Bahwa Indonesia
seolah-olah terbelah menjadi dua semenjak pilpres tahun 2014 adalah satu hal
yang nampaknya diakui banyak orang. Mungkin awalnya para pendukung Prabowo
tidak menerima kenyataan bahwa junjungannya kalah, hingga mereka terus menerus
merecoki jalannya pemerintahan Jokowi. Tak hanya itu, banyak bertebaran hoax di
masyarakat tentang Jokowi dan keluarganya. (Google sendiri saja ya, banyak kok,
ga perlu saya beri contoh disini.) ini tentu dalam rangka untuk melemahkan
posisi Jokowi yang dulu sempat di'prediksi' bakal diturunkan dari kursi
kepresidenan tak lama setelah dilantik menjadi presiden. Ternyata prediksi ini
meleset. Hingga di tahun kelima ini putra asli Solo ini tetaplah menjabat
menjadi presiden.
Bisa diperkirakan
bahwa tahun ini Jokowi akan dicalonkan kembali menjadi presiden periode tahun
2019 - 2024 mengingat keberhasilan beliau membangun di banyak bidang, meski
belum semuanya, meski di pihak sebelah, keberhasilan ini sama sekali tidak
dilihat karena mereka lebih fokus mengais-ngais kekurangan dan kelemahan
Jokowi, misal di bidang memberi perlindungan pada kaum minoritas.
Meski saya melihat
sendiri beberapa -- mungkin banyak -- kawan (lama) saya yang di tahun 2014 dulu
pendukung Jokowi sekarang berbalik menjadi (seolah-olah) musuh Jokowi, ternyata
dari survey-survey yang dilaksanakan oleh lembaga yang cukup kredibel, prosentase
kemenangan Jokowi diprakirakan lebih tinggi ketimbang tahun 2014.
Media sosial terus
menerus menyuarakan keberpihakan yang mempertunjukkan jurang yang menganga.
Rakyat Indonesia yang sekian lama terbelenggu tak bisa menyuarakan aspirasinya
secara terbuka, seperti menemukan pintu keluar di zaman android ini. Twitter,
facebook, whatsapp, bahkan instagram pun menjadi kanal aspirasi itu.
Orang-orang seperti bermusuhan secara terbuka.
Di tengah-tengah
ini, muncul meme, "teman lama ditemukan oleh facebook, dipererat oleh
whatsapp, dipisahkan oleh pilpres".
TEMAN LAMA
Harus saya akui,
sejak memiliki akun di facebook tahun 2009, saya banyak menemukan kawan-kawan
lama, SMP, SMA, beberapa kawan kuliah. Dan gegara itu, saya sempat ikut reuni
SMP dan SMA. Namun karena saya ini tidak sociable, datang ke reuni tidak
berarti perkawanan yang sempat terhenti puluhan tahun berlanjut lagi. Beberapa
kawan dekat -- sebut saja 'sahabat' --
yang juga berkawan di facebook, menurut saya terlihat 'berbeda' pandangan, jika
dibaca dari status-statusnya. Saya langsung membayangkan adalah hal yang hampir
mustahil jika saya dengan mereka bakal bisa seakrab dulu lagi, ngobrol tentang
hal apa saja bisa nyambung. Puluhan tahun telah berlalu. Masak sih kita tidak
berubah? Kita bisa saja telah menjelma menjadi dua orang dengan karakter yang berbeda.
Lalu, apa yang harus
dipertahankan dalam 'pertemanan' yang jelas-jelas tak lagi nyambung? Bukankah
kita berteman itu untuk ngobrol nyaman, mungkin bisa dilanjutkan dengan saling
curhat. Jika dua orang tak lagi nyambung, ga usahlah memaksakan diri untuk terus
saling bermanis-manis. Kepalsuan itu memuakkan. Tak hanya tentang politik, namun juga bidang lain, misal spiritual.
Saya memang begini
orangnya. :D lebih baik memiliki satu dua sahabat yang beneran nyambung
ketimbang puluhan kawan yang bikin mlongo ketika ngobrol. Lol.
LG 15.15 29/03/2019
No comments:
Post a Comment