Search
Monday, December 18, 2017
Scary Questions
Due to the fact that nowadays, Indonesia's atmosphere has easily got tense in the name of religion -- people seem no longer frendly anymore to other people with different religion/faith/spirituality, my friend was confused to answer that question. She regretted for accepting the free lunch. LOL. Would it make her in a difficult situation in the future?
In the same status, she wrote, "I would rather be asked when I would get married than what my religion was." (hey, read this in humorous tone, will ya? LOL)
Background:
Many women in certain age brackets are easily annoyed when they are asked about marital status.
Reading that status of hers, I remember one serial in Sex and the City. In that serial, Charlotte just got involved in a lesbian group. She thought those women were intellectual, successful, and fun to make friend with. She realized how nice her life was without feeling worried thinking about (unfaithful) men. LOL.
Perhaps she would go on being involved with those lesbian women -- as an alternative of her three best friend circle, Carrie, Samantha, and Miranda.
One day, her lesbian friends invited her to a party. One of the girl offered her to go on a holiday together with the others, to one exotic island. They would go there by private jet owned by the 'big boss'. Then, she introduced Charlotte to the big boss.
After some friendly chitchat, the big boss asked her, "Are you gay?"
Charlotte seemed unprepared with that question. (while in fact Samantha had warned her about this before.) Innocently she answered that she found a very nice bond among her new lesbian friends, very relieving to live without thinking of man, bla bla bla ... The most important point was, "In sex, I think, no, I believe I am straight."
The big boss smiled, while showing smurky face, "We will not accept you if you don't eat pussies." LOL.
So, my question is, in your opinion, which is the most threatening question?
1) What is your religion?
2) Are you married?
3) Are you gay?
LOL.
IB 16.46 18/12/2017
Thursday, December 14, 2017
Mantan o Mantan
taken from here |
Sungguh di luar dugaannya ketika di pernikahan itu dia bersalaman dengan sang pengantin laki-laki, si pengantin menggenggam tangannya cukup lama, sambl mengatakan sesuatu yang blas ga enak didengar, (aku agak lupa kalimat tepatnya bagaimana) "Kamu ga usah baper ya? Aku nikah duluan, Semoga segera nyusul, masak kamu single terusan?" LOL.
Karena terpana (lebay yo ben kata-kataku ini LOL), , dan ga mau kalah, si perempuan menjawab, "Aku sih gampang mencari pengganti kamu. Aku malah kasihan sama si mbak yang kamu nikahi, kok dia mau dapat bekas orang lain?"
wkwkwkwkwkwkwkwk ...
Aku sih belum pernah datang ke pernikahan mantan. Para mantan (uhuk!) menikah tanpa mengundangku, eh, karena kita juga sudah lamaaaa ga berhubungan lagi. LOL.
Beberapa tahun yang lalu mantanku (baca : bokapnya Angie) menikah. Kupikir (bukannya ge-er ya) aku akan diundang. Aku sempat mempertimbangkan kira-kira akan datang atau tidak. (seperti si mbak yang ada di kisah di atas), aku sama sekali sudah tidak ada perasaan apa pun ke dia, positif maupun negatif) Namun ternyata aku tidak diundang. Ya syukurlah. LOL.
Tapiii ... seandainya aku diundang, dan aku datang, kemudian kejadian si mbak di atas terjadi kepadaku, aku akan bilang ke dia, "Lha wong kamu itu kubuang di pinggir jalan. Kok ya mau-maunya perempuan ini memungutmu? Kalo aku, jelas ogah." LOL.
N.B:
Apa alasanmu datang ke pernikahan mantan? LOL.
IB180 14.30 14/12/2017
Thursday, December 07, 2017
Rafting bersama CitraElo
Saturday, October 21, 2017
KLARIFIKASI
Saturday, August 05, 2017
Choose what and who you want to
taken from here |
As a woman who always tries to support other women to choose what kind of life they want to have, I have tried to understand them, whether they ...
- choose to live single and be happy
- get married and be a (full) housewife
- get married and get a job for self-esteem or self-actualization
- get married and get a job as a breadwinner while their husbands stay home -- either as a househusband or perhaps run business from home
- get divorced after finding out that married life is not as what they imagine (e.g. husband is not reliable or anything
- get married after a divorce (with whatever reason the divorce is, and whatever reason the remarriage)
- stay married after finding out that their husband cheats on them, with whatever reason they use to stay in the marriage (economy, kids, social status, etc)
- choose to have a baby while deciding to stay single
- you name it ...
Thursday, June 22, 2017
Pertengkaran :)
Berhubung sudah beberapa tahun aku menjomblo, sehingga tidak pernah terlibat pertengkaran-pertengkaran ‘sepele’ (namun bisa berakibat ‘besar’) antar suami istri, aku tidak melihat ‘keuntungan’ mengapa temanku dan suaminya harus bertengkar.
“Why don’t you just listen to him? Toh nanti kalian akan pindah? What’s the point of your being stubborn to buy that curtain?” tanyaku, heran. LOL.
“Nampaknya karena aku pengen ngeyel aja lah. To get his attention, probably.” Jawabnya, ringan. “Aku tahu dia yang benar. Tapi aku pengen beli korden itu, mumpung murah.” Katanya lagi.
Beberapa tahun lalu, seorang teman lain cerita kepadaku betapa dia kesal pada suaminya, karena sesuatu hal. Rasa kesal ini membuatnya enggan berkomunikasi pada suaminya. Dan hal ini merembet ke masalah tempat tidur. Dia enggan bercinta dengan suaminya, dan sok tidak menginginkannya.
Meskipun sekarang aku jomblo, aku pernah punya pengalaman serupa, sehingga aku beri dia saran untuk segera menyelesaikan permasalahan itu, dan tidak membiarkannya berlarut-larut.
“You two directly talk to each other about it. Be open with each other. Ga usah pakai sok gengsi siapa yang salah siapa yang benar. You had better not challenge yourself, ‘it is okay for me to get divorced.’”
Sok banget toh si Nana ini? LOL.
Waduh ... Nana nggosip. LOL.
Tapi aku yakin masalah yang nampaknya sepele dalam satu hubungan (apalagi dalam pernikahan), jika dibiarkan lama-lama bisa menjadi besar. Tatkala masalah-masalah sepele berakumulasi, suatu saat akan memuncak, dan bisa berakibat sangat fatal.
What’s the point of getting married if not to have a life partner? A soulmate? So, why should get involved in quarrel? Moreover in fight?
PT56 21.35 210609
#repost, tulisan 8 tahun lalu
J O M B L O
Sebuah tulisan lama, kutulis 8 tahun lalu, copas dari akun facebook :)
Hari Minggu 21 Juni 09 ketika menghadiri acara syukuran khitanan anak seorang teman anggota komunitas b2w Semarang, beberapa teman laki-laki curhat tentang betapa galau mereka saat malam minggu datang dan mereka masih jomblo. (Background: dari kurang lebih 30-50 anggota komunitas yang lumayan aktif beraktifitas bersama, jumlah perempuan yang bergabung masih di bawah 10 orang.)
“Rasanya malu kalau malam minggu di rumah saja, ketahuan belum punya pacar.” Kata seseorang. Itu sebabnya dia akan pergi dari rumah tatkala malam minggu tiba, tidak penting dia akan menghabiskan malam minggunya dimana.
Jadi ingat malam minggu sebelumnya, tatkala kumpul-kumpul dengan teman dari komunitas yang sama, b2w Semarang, seorang teman laki-laki bilang, “Ayo to Jeng, aku dicariin pacar. Murid-muridmu tentu ada kan yang ‘melek’? Kasihan malam minggu gini aku seorang diri saja.”
Belum pernah aku menyadari bahwa kesendirian bisa menjadi begitu hal yang menyedihkan, sekaligus memalukan bagi orang-orang tertentu. LOL. Atau mungkin aku sudah lupa karena tahun-tahun terakhir ini aku dengan bangga mengakui menjadi anggota ‘single and happy’ community. LOL. Kalau pun toh duuuuluuuuu aku pernah mengalami rasa ‘kok aku ga laku ya?’ (LOL), tapi seingatku aku ga sampai merasa suatu hal yang memalukan malam minggu kok di rumah saja, ga ada yang ngapelin. (Maklum, aku perempuan, tinggal di kultur dimana perempuan biasanya ‘diapeli’ dan bukannya pihak yang ‘ngapeli’.)
Hal ini mengingatkanku kasus Cici Faramida yang dianiaya oleh suaminya. Pertanyaan pertama yang langsung muncul dari benakku tatkala mendengar kasus ini adalah, “Why the hell did she marry that jerk?”
Mengapa menikah? Mengapa harus merasa bahwa orang yang menikah lebih bahagia daripada orang yang tidak (atau belum) menikah? (I have many articles on this in my blog athttp://afeministblog.blogspot.com under tag ‘marriage’.)
Mengapa harus punya pacar? Mengapa harus merasa nelangsa tatkala tidak punya pacar?
“What have you done so far to get a boyfriend?” tanya seseorang padaku beberapa bulan lalu.
“Should I really do something serious to get one?” tanyaku balik.
“Well, do you think you will get a boyfriend without ‘struggling’?” tanyanya lagi.
“I am okay. Why should you trouble yourself to ask me such a thing?” aku sebenarnya ingin mengatakan, “Mind your own business!” tapi Nana adalah seseorang yang sangat sweet (LOL) untuk mengatakan hal seperti itu. LOL.
“You are lonely, aren’t you?” tuduhnya.
Iki piye to ki? LOL. Sing ngrasakke sopo jal? LOL.
Well, anyway, he is just a guy I found on net. It is very easy to discard him from my list. So, aku tidak perlu memasukkan kata-katanya dalam hati.
Another related case.
Beberapa minggu lalu seorang sepupu (perempuan) jauh datang ke Semarang. Aku lupa kita sedang ngobrol apa, tahu-tahu dia bilang, “Kalau mbak Nana tinggal di Gorontalo, tentu mbak Nana sudah menikah lagi.”
I was really dumbfounded sehingga aku hanya bengong saja dan tidak berkomentar apa-apa.
Tak lama kemudian, suami sepupu (yang juga sepupuku) ini mengirim email kepadaku, bertanya apa rencanaku ke depan to get a hubby-to-be. Kalau perlu mungkin aku sebaiknya berkunjung ke Gorontalo. (Mungkin ada banyak cousin Podungge yang masih single? LOL.)
What a ridiculous thing.
Tatkala aku bilang, “I have no idea yet about getting married again.” dia berkomentar, “You are a good woman.”
(HELLO EVERYONE OUT THERE!!! CAN YOU EXPLAIN IT TO ME, PLEASE??? Apa hubungan antara belum punya rencana menikah lagi dengan being a good woman?
Jadi ingat omongan usil Wakasek Angie beberapa bulan lalu, waktu aku terpaksa menemuinya karena suatu kasus. Sang Wakasek yang rese ini bertanya, “Ga ada rencana menikah lagi Bu?”
“Belum.” Jawabku.
Ekspresi wajahnya kaget. “Belum atau tidak?” tanyanya, meyakinkan telinganya barangkali. LOL.
“Belum.” Jawabku lagi.
“Oh, sebaiknya Ibu menjawab tidak, toh sudah punya anak. Sebaiknya Ibu berkonsentrasi membesarkan anak saja. Tapi kalau memang Ibu berencana menikah lagi, ya saya doakan semoga mendapatkan suami yang baik.”
R-E-S-E!!!
See? Betapa kontradiktif apa yang dikatakan oleh sepupuku dan Wakasek yang super rese itu.
Kembali ke percakapan teman-teman b2w Semarang.
Aku belum menemukan jawaban mengapa seseorang harus merasa nelangsa dan malu tatkala belum punya pacar.
Mengapa seseorang harus merasa nelangsa dan malu tatkala dia belum (atau tidak) menikah. Apalagi hal ini diakui oleh kaum laki-laki, yang menurutku, seharusnya tidak begitu ‘peduli’ pada kejombloan, mengingat di ‘marriage-oriented society’ tempat kita tinggal ini, yang biasanya sangat merasa merana kalau belum menikah itu biasanya perempuan. (For one example, you can click this http://afeministblog.blogspot.com/2006/05/marriage-oriented-society.html)
Anybody can help me?
PT56 21.13 210609
Monday, June 19, 2017
Gowes Mudik
(Cek tulisan lamaku tentang mudik disini.)
Beberapa hari terakhir ini, sosial mediaku sedang heboh dengan postingan #gowesmudik. Beberapa kawan sepeda yang tinggal di kawasan Jakarta mudik ke daerah masing-masing dengan bersepeda. Berhubung aku tak (lagi) mengenal istilah mudik, tentu aku ga perlu 'ngiri' untuk melakukan hal yang sama. :) Tapiiiii ... musim Lebaran akan selalu mengingatkanku pada kisah bikepacking pasca lebaran di tahun 2012, dimana aku dan Ranz bersepeda dari Semarang menuju Tuban. (Eh, Ranz juga gowes dari Solo ke Semarang sehari sebelum kita berangkat menyusuri pantura bersama.) Cek tulisanku disini dan juga disini. :)
Padahal, aku dan Ranz gowes pasca lebaran tidak hanya di tahun 2012 lho. Kita juga melakukannya di tahun 2011 (bersepeda dari Solo ke pantai Nampu - Wonogiri). Di tahun 2013 kita bersepeda dari Solo ke pantai Klayar - Pacitan. Kedua kisah ini kita lakukan beberapa hari setelah lebaran. Tahun 2014 kita ke Blitar dan Malang di bulan Ramadhan. Tahun 2015 kita mbolang ke Bali dan Lombok juga di bulan Ramadhan. Tahun 2016 kita mbolang bareng 4 perempuan lain, dimana kemudian kita menyebut diri sebagai Semarang Velo Girls. Kita hanya ke Jogja waktu itu.
Lalu, apa istimewanya gowes sepanjang pantura Semarang - Tuban itu? Mengapa jika melihat posko mudik bertebaran, aku langsung terkenang perjalanan menuju Tuban? Jawabannya ternyata simpel saja! Sepanjang pantura memang posko mudik bertebaran dimana-mana, sangat mudah bagi kita mendapatkannya. Sedangkan dalam perjalanan dari Solo ke Wonogiri maupun dari Solo ke Pacitan, posko mudik yang disediakan masyarakat setempat sangatlah terbatas.
Nampaknya, jika aku ingin merasakan sensasi #gowesmudik, (pastinya beda dong dengan hanya sekedar gowes dari satu kota ke kota lain?) aku harus kembali ke bangku kuliah, minimal balik ke Jogja lagi. Atau ... pindah ke kota lain? LOL.
IB180 20.30 19/06/2017
Naif
pic diambil dari sini |
Saturday, June 17, 2017
Hello Yahoo!
Jadi, 'fasilitas' a.k.a widget -- atau apa pun namanya lah -- di yahoo.com yang pernah kunikmati?
Well, selain email gratis, satu fasilitas lain yang banyak dinikmati orang pada zaman itu adalah YM! alias Yahoo Messenger. Namun satu yang paling kusukai pada waktu itu adalah web 360-nya, serupa fasilitas blog, tatkala aku mulai suka (dan pede) menulis di tempat publik. Entah mengapa aku lebih suka posting tulisan di web 360 waktu itu ketimbang di web lain, bahkan termasuk blogger atau blogspot. Dengan posting tulisan di web 360, orang-orang yang terdaftar dalam "friendlist"ku di YM! akan mendapatkan notifnya, sehingga mereka mungkin akan membacanya. Beberapa kali aku mendapatkan respons dari tulisan yang kuaplot di web 360, dan menjalin diskusi dengan beberapa orang.
gambar diunduh dari sini |
Aku lupa kapan web 360 akhirnya ditiadakan oleh yahoo. Mungkin tidak laku lagi. Entah. Aku sempat gelagapan ingin mencoba menyelamatkan tulisan-tulisan yang kuaplot disana ke blog (lain), tapi nampaknya karena akses internet masih bisa dianggap mahal saat itu, aku ga ingat apakah aku sempat melakukannya.
Selain YM, web 360, tentu tak ketinggalan pula adalah keberadaan mailing list yang diadakan oleh yahoo. Di tahun-tahun 2006 - 2012 aku cukup aktif di milis-milis yang kuikuti. Dari milis-milis itu aku mendapatkan kenalan, teman, dan sahabat, selain tentu saja pengetahuan yang bermanfaat (dan membantu membentukku menjadi Nana yang sekarang).
Yahoo Messenger sudah down, tak lagi laku, menyusul web 360. Beberapa hari lalu (Juni 2017) perusahaan yahoo sudah dibeli pihak lain. Well, untuk sementara ini email yahoo masih berlaku. Akankah hilang juga dari peredaran satu saat nanti?
(email pertamaku di eudoramail.com sudah hilang sekian tahun lalu. eudoramail.com sempat berganti ke lycos.com namun kemudian ilang juga.)
Hmmm ... nothing really lasts forever?
Bagaimana dengan blog nantinya ya? Will they be gone? Lalu, tulisan-tulisanku yang 'kuabadikan' di blog akan juga menghilang? Seperti buku-buku di rak bukuku yang dimakan rayap? :(
IB180 17062017
Monday, June 12, 2017
Relijiusitas semu
foto diambil dari link ini |
Jangankan makan di tempat umum, makan di rumah bagi seorang perempuan yang sedang menstruasi pun di bulan puasa harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Di dekade itu, kadar relijiusitas rakyat Indonesia bisa dikatakan belum begitu terasa. Belum banyak perempuan mengenakan jilbab. (Kata seorang kawan facebook, entah berdasarkan riset 'betulan' atau hanya sekedar melihat masyarakat, di dekade itu, dari sekitar 50 perempuan ketika berkumpul, ada 1 orang yang berjilbab, sekarang bisa jadi dari 50 perempuan, hanya ada 5 perempuan yang tidak mengenakan jilbab.) Belum ada ormas Islam yang merasa berhak untuk melakukan 'sweeping' warung-warung makan yang buka di siang hari. Belum ada 'peer pressure' di satu komunitas dimana sekelompok orang merasa punya hak untuk melakukan pemaksaan individu-individu yang ... misalnya ... tidak berjilbab.
Meskipun begitu, tak begitu banyak kulihat orang-orang yang makan maupun minum di tempat umum di bulan Ramadhan. Juga tak banyak warung makan yang buka, apalagi lapak-lapak (makanan) di pinggir jalan.
satu angkringan di Gombong |
Beberapa hari lalu, aku mampir di satu warung bakso untuk makan siang. Disitu kulihat ada 5 perempuan yang sedang makan. Tiga orang mengenakan baju yang sama, mungkin seragam kantor. Dua dari 3 perempuan ini berjilbab. Dua perempuan lain -- nampak seperti ibu dan anak -- sang ibu mengenakan jilbab syar'i alias jilbab panjang dan lebar hingga menutupi bagian pantat.
Hal ini membuatku berpikir, ketika kecil dulu, 'brainwashing' bahwa makan di siang hari di tempat umum di bulan puasa itu sangat tidak etis dan memalukan sangat kuat, sehingga rasanya aku malu sekali jika melakukannya. Waktu itu rakyat Indonesia belum 'terlihat' serelijius sekarang. Sekarang, bahkan orang-orang yang jelas-jelas mengenakan 'atribut' keagamaan melakukannya tanpa merasa 'pekewuh' ya? Padahal banyak orang menggembar-gemborkan relijiusitas.
Relijiusitas semu? Hanya di permukaan?
IB180 20.22 12062017
Saturday, June 10, 2017
Monster berbalut Malaikat
Ini adalah kisah seorang kawan. Dengan beberapa kawannya yang lain. Di lingkungan perkawanan yang sama denganku. :)
Ada seseorang yang nampak begitu santun, baik, murah hati, dan suka menolong. Maka kawan-kawan pun memujanya bak malaikat. Hingga satu kali -- satu per satu -- kawan-kawanku ditusuknya dari belakang. Terkadang, menusuknya sambil meminjam pisau seorang kawan lain, sehingga tak ada yang sadar bahwa si santun inilah yang menusuk. Hanya orang-orang tertentu yang kemudian menyadari bahwa si murah hati ini ternyata selalu memiliki "udang di balik bakwan" di tiap kebaikhatiannya memberi barang ke orang lain.
Yang lain? Tetap saja memandang sang monster ini sebagai malaikat. Hmffttt ...
Yang berikut ini, aku copas dari komen seorang kawan di facebook.
Copas komen seseorang di postingan Mbak RaniJane : Monster sejati justru memang seperti malaikat penampakan fisiknya
Rani : Ya sih, aku mengalaminya berkali-kali dalam hidup. Meski sudah kulihat sebagai monster, orang-orang ternyata masih melihatnya sebagai malaikat ..
#selfreminder #selfnote
Wednesday, June 07, 2017
Antara Afi, Mita, dan aku
gambar diambil dari sini |
gambar diambil dari sini |
gambar diambil dari sini |
Wednesday, May 31, 2017
Asa Firda Inayah
Saturday, May 13, 2017
Mau Eksis?
Aku mulai blogging sekitar pertengahan tahun 2005 (better late than never dong yah? :) ) Awalnya aku nulis postingan untuk blog menggunakan Bahasa Inggris, karena waktu itu aku sedang pursuing my studies di American Studies dimana aku sering harus menulis artikel dalam Bahasa Inggris. Setahun kemudian, aku baru mulai menulis blog dalam Bahasa Indonesia, hal-hal remeh temeh dalam kehidupanku sehari-hari.
Aku ngeblog untuk 'catharsis' -- salah satu jalan keluar untuk meluapkan emosi, pikiran dan sebagainya -- tak ada (atau belum ada kali ya? LOL) -- keinginan untuk ngeksis. Blas ga ada lah untuk itu.
Adalah satu hal yang membanggakan bagiku ketika seseorang yang tidak kukenal secara pribadi memasukkan blog-ku dalam daftar blog-blog yang dia 'feature' dalam blognya. (Click this link.) Aku sudah lupa awalnya bagaimana hingga aku tahu aku 'ditulis' di blog orang. LOL. Fatih Syuhud ini 'hanya' mengamati tulisan-tulisanku di blog, kemudian menulis tentangku. Herannya, tulisannya benar banget mencerminkan memang begitulah aku, cara pandangku.
Akhir tahun 2008, satu hal lain lagi yang membanggakan buatku, kala aku dimasukkan dalam kategori TOP TEN BLOGGER INDONESIA 2008, masih menurut versi orang yang sama, Fatih Syuhud.
Hobi blogging ini tentu tak hanya berhenti di menulis hal-hal yang 'disturbing my conscience'. Hampir segala hal yang kualami kutulis, termasuk awal-awal aku bergabung dengan Bike 2 Work Semarang, 'kepanjangan' tangan dari Bike 2 Work Indonesia. Kutulis juga kisah-kisah sepedaanku, kuunggah di blog ini maupun itu.
Awal tahun 2012, aku putuskan untuk membuat blog tersendiri untuk memudahkan pengarsipan tulisan-tulisan tentang sepedaan. Kuberi judul blog itu MY BIKING DIARY. Adalah satu hal di luar ekspektasiku bahwa blog ini di kemudian hari akan menjadi lebih lively ketimbang blog-blog lain. (Saya lelah! LOL. Eh, salah, Saya telah tumpul. :( )
Aku menulis di blog sepedaan itu murni untuk pengarsipan kisah perjalananku bersepeda. Bahwa di kemudian hari seorang Nana Podungge lebih dikenal sebagai 'goweser' ketimbang sang feminis yang romantis, yaaa apa boleh buat? LOL. Bahwa ketika mengikuti event sepedaan di luar propinsi aku bertemu dengan orang-orang yang ramah menyapa, "Mbak Nana ... saya pembaca blog anda." atau "Mbak Nana ... saya terinspirasi pengalaman njenengan turing naik sepeda lipat gegara membaca blog anda." menjadi satu bukti bahwa ... itulah, saya lumayan
Aku kenal sepedaan ya gara-gara berkecimpung di orang-orang yang mendirikan Bike to Work Semarang. Namun, aku dikenal orang (jadi NGEKSIS dong eikeh LOL) bukan karena keterlibatanku dengan kumpulan orang-orang yang ingin menginspirasi orang lain untuk menggunakan sepeda sebagai moda transportasi ke kantor, namun karena aku mbolang kesana kemari dengan bersepeda. (Thanks to my bikepacking soulmate Ananda Ranz, tanpa dia aku mah apa tuh. LOL.) Dan ... NGEBLOG!
Kesimpulannya adalah ... jika ingin ngeksis di dunia sepedaan, coba saja caraku.
(1) Cari solmet mbolang. Enakan mbolang berdua (bagiku) ketimbang sendirian. LOL.
(2) Tulis kisah mbolangmu itu di blog.
(3) Aktif di dunia maya, untuk ngiklanin blog-mu itu dong
(4) Ikut event skala nasional, eh, regional juga boleh kok
Sampun. Cekap mekaten nggih :)
IB 09.40 13052017