pic diambil dari sini |
Duluuuuuu ... aku
pernah berpikir bahwa seorang perempuan yang telah menikah tak akan lagi mampu
menarik perhatian laki-laki lain. J Pandangan ini mendadak dimentahkan oleh seseorang – yang pada
waktu itu usianya di bawahku lebih dari 10 tahun – yang kutemui di dunia maya,
lebih dari 10 tahun yang lalu.
Cerita lengkapnya
begini. J
Aku yang sedang
jenuh mengerjakan tesis “akhirnya” kembali ke dunia perchattingan dunia maya
untuk sekedar hiburan di tengah-tengah browsing materi untuk tesis. Kala itu
situs ‘mIRC’ masih sangat eksis. (Aku belum pakai Yahoo Messenger.) Untuk
mendapatkan “chat partner” yang seusia, (agar ngobrolnya enak, ga terhalang gap
usia) aku sengaja memilih nick yang menunjukkan usiaku, yaitu “fe36smg”,
yang sekaligus menjawab pertanyaan klise yang biasanya keluar di awal chatting,
yaitu “a s l” a.k.a “age sex location”: I am a female, 36 years old, from
Semarang. Di luar ekspektasiku, ternyata yang tertarik menyapaku lebih banyak
laki-laki yang usianya jauh di bawahku, let’s say 10 tahun.
Dari sekian banyak
“chat partner” yang kudapatkan, tentu ada beberapa yang asyik diajak ngobrol.
Tapi, yang akan kutulis disini, yang membuatku sadar betapa naifnya diriku,
LOL, hanya satu.
Waktu itu dia adalah
seorang mahasiswa satu perguruan tinggi di Semarang. Ketika kutanya apa yang
membuatnya tertarik mengajakku ngobrol – dia masih di awal usia duapuluhan –
karena aku jauh lebih tua darinya, dia menjawab, “perempuan seusiamu itu justru
sangat menarik bagi laki-laki sebayaku. Laki-laki seusiaku sangat tertarik pada
seks. Kalau pun kita punya pacar, kita ga berani lah mengajak pacar kita
berhubungan seks. Jika dia hamil, berabe kita karena tentu kita akan diminta
menikahinya, padahal secara finansial kita belum siap. Secara psikologis juga
belum. Pacar yang kita punyai – yang mungkin usianya tak jauh dari kita,
mungkin lebih muda – hanya untuk sekedar status sosial. Kita punya pacar. Tapi
kita ga akan tega mengajaknya bercinta.”
Aku bengong. LOL.
Lebih bengong lagi
mendengar penjelasannya berikut.
“Lain halnya jika
laki-laki seusiaku memiliki kawan dekat perempuan seusiamu, yang sudah menikah.
Perempuan yang sudah menikah adalah ‘partner’ yang sangat aman buat kita.
Pertama, dia sudah pengalaman sehingga kita justru bisa belajar “how to behave
and what to do in bed.” (ih wow!) Kedua, karena sudah menikah, ga mungkin lah dia
meminta kita ‘bertanggungjawab’ untuk menikahinya (setelah ngeseks dengannya).
Ketiga, mungkin kita tidak perlu mengeluarkan uang waktu kencan.”
Everything he said
made sense, didn’t it? :D
Maka sejak itu aku
pun berubah cara pandang. LOL.
Aku berpikir tentu
banyak laki-laki – sebrengsek apa pun – akan mempertahankan perkawinannya,
sehingga ketika mereka mendapati kejenuhan dalam perkawinan, mereka akan
mencari “perempuan yang aman” untuk diajak kencan, yakni istri orang. Seorang
kawan dunia mayaku saat ini suka menggunakan istilah “binor” alias “bini
orang”. Hanya sekedar untuk mengurangi kejenuhan, bukan untuk mencari masalah
yang lebih besar, misal pertengkaran dengan istri yang mungkin akan berujung ke
perceraian. Binor adalah solusi tepat. LOL. Satu syarat utama tentu adalah si
perempuan ini pun tetap ingin menjaga perkawinannya, bukan malah ingin
menceraikan suaminya untuk kemudian menuntut pacarnya menceraikan istrinya,
agar mereka “bersatu”. Meski, well, harus dipahami tentu ada juga tipe
laki-laki dan perempuan yang seperti ini.
Beberapa tahun yang
lalu, aku dengar beberapa kawan (laki-laki) memiliki ‘hobi’ mengajak kencan
perempuan lain, namun tetap berusaha menjaga image bahwa mereka adalah suami
yang setia. Atau mungkin, tipe laki-laki yang berpikir bahwa laki-laki itu
milik istri “hanya” ketika di rumah, namun menjadi milik umum, begitu
keluar rumah. Dan, sialnya (atau ‘kebetulan’ ya?) mereka memiliki istri yang
mengamini adagium ini.
Nah, agar perkawinan
mereka tetap awet, kupikir perempuan yang mereka ajak kencan harusnya binor
dong ya? Agar si perempuan tidak ‘menuntut’ si laki-laki untuk menikahinya,
dengan menyalahgunakan, eh, memanfaatkan tafsir surat annisa ayat 3 bahwa
laki-laki boleh menikahi perempuan yang mereka sukai, dua, tiga, empat ...
Sekian hari lalu,
baru saja mendengar cerita (yang telah basi) bahwa sekian tahun lalu salah satu
kawan laki-laki yang kukisahkan di paragraf di atas pernah mencoba mengajak
kencan seorang perempuan yang masih single, namun ditolak. Laki-laki yang
dikenal santun ini (lihat di postinganku yang tentang monster berbusana malaikat) memang pernah berhasil menggaet perempuan (yang waktu itu masih
single) dan si perempuan diberi hadiah sebuah sepeda lipat. Aku melihatnya
sebagai “mutual relationship”, si laki-laki menginginkan sesuatu dari si
perempuan, si perempuan mendapatkan sesuatu dari si laki-laki. Laksana hubungan
jual beli. Namun, tentu tidak semua perempuan seperti itu lah. (seperti juga
tidak semua laki-laki santun bak malaikat namun berhati monster gila
perempuan.) Mengapa dia tidak mengencani binor saja yak demi keutuhan rumah
tangganya?
Mendadak aku ingat
satu laki-laki lain, yang pernah mampir dalam hidupku sekitar 8 tahun yang
lalu. Dia bilang, “laki-laki seusiaku (akhir duapuluhan – red) sangat tertarik
pada perempuan matang seusia 40-45 tahun Na. Mereka nampak sangat menarik dan
seksi karena kematangannya. Tapi, mungkin nanti ketika aku berusia di atas 40
tahun, aku akan tertarik pada perempuan yang jauh lebih muda. Entahlah.”
Dan nampaknya
terkadang aku masih saja NAIF. Hahahahah ...
LG 10.30 19062017
No comments:
Post a Comment