Antara
Afi, Mita, dan aku
Tentunya sudah pada tahu kan bahwa tak lama setelah nama Afi
menjulang tinggi, dia diterpa tuduhan plagiat. Tulisannya yang berjudul “Belas Kasih dalam Agama Kita” dituduh merupakan hasil copas – tanpa menyertakan nama penulis asli
– dari seorang facebooker bernama Mita Handayani. Jika engkau se’addicted’ aku
pada facebook dan memiliki ‘list of friends’ setipe denganku, pastilah (pernah)
tahu nama Mita Handayani yang status-statusnya banyak diviralkan para
facebooker lain.
gambar diambil dari sini |
Aku beberapa kali membaca status Mita yang diviralkan,
sebagian besar – jika aku tidak salah ingat – tidak menawarkan hal-hal yang
baru menurutku. Ide-idenya sudah lama kubaca/kuketahui dari sumber lain. Entah
tentang spiritualisme / agama, entah tentang kesetaraan jender, dll. Aku
sendiri tidak berteman dengan Mita, juga tidak ‘follow’ status-statusnya. Jadi,
jika aku pernah membaca statusnya, ini karena seseorang dalam ‘list of
friends’ku membaginya di dindingnya.
Waktu pertama kali membaca status Mita yang dibagikan
seseorang, (maafkan jika aku sudah lupa tentang apa), aku mengangguk-angguk
setuju, karena satu hal, idenya sudah lama kuketahui. Mita hanya mengolah data
yang dia terima entah dari mana, kemudian dia tuliskan di dinding facebooknya.
Just that. Nothing new. Nothing special. Itu sebab aku tidak berpikir untuk
mem-follow-nya.
‘Geger’ bahwa si remaja Banyuwangi ini ternyata dituduh
menyalin status Mita – dengan hanya sedikit mengganti beberapa kata – membuatku
(baru) sadar (better late than never kan yaaa? :D ) bahwa ternyata Mita
Handayani ini hanyalah berupa akun ‘anonymous’, tidak ketahuan siapa di balik
akun ini. Tulisan-tulisannya memang banyak menginspirasi orang, namun publik
tidak pernah tahu jati diri facebooker Mita Handayani ini siapa sebenarnya.
Kenyataan ini-lah yang justru membuatku terperangah. WOW!
gambar diambil dari sini |
Ide-ide yang diucapkan oleh Afi dalam 2 talkshow yang
kutonton di youtube – di Fakultas Fisipol UGM dan di acara Rossie Silalahi di
Kompas TV – tentang mayoritas versus minoritas, tentang agama yang dia yakini
‘hanyalah’ warisan, adalah hal-hal yang sangat membuatku bergairah menulis di
blog sekitar 10 tahun yang lalu. ‘Kerajinan’ku menulis di blog (dalam Bahasa
Inggris) pun menarik seorang blogger bernama Fatih Syuhud (yang tidak kukenal
secara pribadi, hingga sekarang) untuk dia masukkan dalam ‘featured blogger’
dalam web-nya. Satu syarat yang disertakan oleh Fatih Syuhud – untuk bisa masuk
kedalam ‘featured blogger’ adalah si blogger bukan seorang anonymous.
Nama ‘Mita Handayani’ sebenarnya nama yang ‘sangat manusia’
LOL (bandingkan dengan nama-nama yang tak masuk akal, seperti ‘kamu itu ngangenin’,
‘aku chayank
kamu celamanya’. LOL. Namun toh, Mita Handayani tetaplah sebangsa
robot. LOL. Nobody knows her background, her real identity.
gambar diambil dari sini |
Terus terang, jika aku mampu (dan berani) menulis
status-status yang bakal kemudian diviralkan orang sampai ratusan bahkan ribuan
kali, aku inginnya pribadi seorang Nana
Podungge juga ikut terkenal (atau tercemar yak?) dong. LOL. Namun,
kalau dipikir-pikir, bakal dibully para haters seperti Afi, wahhh ... apa
mending seperti Mita saja ya? Kekekekekeke ...
Sekian tahun lalu mungkin aku masih suka melibatkan diri
dalam debat-debat ga penting tentang spiritualitas / agama di grup-grup
facebook tertentu. Ga bakal bisa makan enak apalagi tidur nyenyak jika telah
terlibat dalam satu ‘ide’ andai aku merasa belum mampu meyakinkah ‘lawan’
debatku.
Tahun-tahun sebelumnya lagi – saat mailing list alias milis
masih sangat marak – aku punya energi yang jauh lebih besar lagi. LOL. Aku
bergabung dengan banyak milis, berdebat dengan banyak orang, sedih kala merasa
aku gagal ‘save’ seseorang dari cara berpikirnya yang salah (menurutku), LOL,
bersuka cita mana kala aku merasa ‘menang’. Heran, aku punya begitu banyak
energi dan waktu luang dari mana yak? (yang pasti, tahun-tahun ini, aku belum
bersepeda. LOL.)
Sekarang, aku jauh lebih tenang dan ‘damai’ dengan diri
sendiri. LOL. Aku akan berbagi pengalaman hidupku – entah dalam spiritualisme,
kesetaraan jender, pengalaman hidup, dll – dengan orang-orang yang ada di
sekitarku (saja). Aku merasa sudah cukup berbagi cerita-cerita kala bersepeda. Tak
perlu lagi ‘menantang’ debat ini itu itu ini.
Di akhir tulisan, aku kembali ingin meng-applause Afi atas
keberaniannya berbagi hal-hal yang ternyata masih dianggap tabu (misal ‘agama
itu warisan’) meski dengan nama yang tidak asli, namun seorang Asa Firda Inayah
memang benar-benar ada; dia berani membagikan ide-ide yang dianggap
kontroversial di saat kehidupan di Indonesia tercarut marut masalah mayoritas –
minoritas, pribumi – non pribumi, dlsb. 10 tahun yang lalu, (saat aku berenergi
penuh menulis tentang hal ini di blog), situasi di Indonesia belum separah
sekarang, plus sosial media belum semudah sekarang diakses orang dengan
teknologi android yang mempermudah going
online.
Teruslah membaca dan menulis Afi. Teruslah menginspirasi.
LG 14.04 06 Juni 2017
No comments:
Post a Comment