Media sosial satu
ini memang cukup fenomenal dalam hidupku. Well, jika dibandingkan medsos lain
yang (dulu) aku pernah “aktif”; let’s say friendster dan multiply. Friendster tidak (terlalu)
terasa mengubah hidupku. Multiply agak mending. Aku sempat kenal dengan
seseorang, dan merasa jatuh cinta pada tulisan-tulisannya. LOL.
pic taken from here |
Sekitar bulan Maret
2009, aku mulai membuat akun di facebook. Semula hanya berteman dengan
teman-teman sepedaan (B2W Semarang awal), para siswa/mantan siswa, rekan kerja,
hingga bertemu dengan akun kawan-kawan lama (SMP/SMA). Nothing special tahun
itu.
Awal tahun 2010, aku
dikenalkan pada orang-orang yang nantinya sedikit banyak mempengaruhi
perjalanan spiritual-ku. Yang mengenalkanku pada mereka adalah seseorang yang
bisa merasakan keresahanku, merasa terasing di antara para the so-called
religious people. Mungkin dia juga merasakan hal yang sama denganku ya? Bedanya
adalah, aku berangkat dari keluarga Muslim, dia dari keluarga Nasrani.
Akhirnya aku pun
bisa membuat beberapa kategori kawan-kawan facebook-ku.
(1) siswa/mantan siswa/rekan kerja
(2) saudara sepupu
(3) kawan lama
(4) para pesepeda
(5) para penggemar puisi
(6) para ‘spiritualis’. Yang sangat mempengaruhi perjalanan spiritual-ku adalah kategori keenam ini.
(1) siswa/mantan siswa/rekan kerja
(2) saudara sepupu
(3) kawan lama
(4) para pesepeda
(5) para penggemar puisi
(6) para ‘spiritualis’. Yang sangat mempengaruhi perjalanan spiritual-ku adalah kategori keenam ini.
Jika di awal sejarah
aku “main” di facebook, aku sangat membatasi pertemananku, lama-lama, aku tak
lagi ‘strict’ membatasi mereka yang “add friend”. Di awal, jumlah “teman”
facebook hanya sekian ratus orang, pertengahan tahun 2016 ini jumlahnya
berlipat ganda, hingga sekitar 2000 orang. Well, meski tak semua dari mereka
aktif berinteraksi denganku. Ada juga akun yang tak lagi aktif. Namun aku malas
untuk “bersih-bersih”. Biarkan saja, asal tidak mengganggu.
Nah ... diantara
lima kategori itu, lama-lama kurasakan tak semua sepemahaman denganku, terutama
di bidang spiritual. Kudapati banyak kawan di kategori empat (pesepeda) (plus
kategori2 lain juga) adalah orang yang relijius. Pastinya mereka terganggu
postinganku yang (kadang) menyentil relijiusitas. Di awal-awal dulu (tahun
2010-2011) aku masih “punya energi” untuk beradu argumen, akhir-akhir ini aku
tak lagi merasa bersedia untuk melakukannya. Kucueki saja jika mereka menulis
komen yang “nyolot”. Ujung-ujungnya, yaaahhh ... tinggal menunggu siapa di
antara kita yang akan unfriend terlebih dahulu. LOL.
Mereka yang mengirim
“add friend” padaku, dengan “mutual friend” kebanyakan masuk kategori enam
(para spiritualis) adalah kategori paling aman. LOL. Mereka tidak akan pernah
berkontradiksi dengan status-statusku yang kadang menyentil relijiusitas. Tentu
saja mereka tidak akan terganggu dengan postinganku yang tentang sepeda.
Inilah sebabnya aku
sering enggan confirm mereka yang mengirim “add friend” setelah kulihat “mutual
friend” kita kebanyakan kawan sepedaan. Jika mereka ternyata (super) relijius,
bukan kawan yang kudapat, malah sebaliknya, musuh. LOL.
Bagaimana
pengalamanmu dalam bermedia sosial, kawan? J
PT56 11.50
09/07/2016
P.S.:
(2) Check this link for my explanation how social medias (especially facebook) influence my spiritual journey
No comments:
Post a Comment