soto dan lauk-pauk pelengkapnya |
S O T O : untuk sarapan, makan siang, atau makan malam?
Indonesia sangat kaya dengan banyak macam masakan
tradisionalnya. Bahkan satu jenis masakan saja memiliki kekhasan sendiri di
tiap-tiap daerah. Missal : soto. Soto Semarang berbeda dengan soto Kudus,
berbeda juga dengan soto Lamongan, beda lagi dengan soto Sokaraja. Selain
keempat jenis soto yang pernah kumakan, aku yakin masih ada jenis-jenis soto
lain.
Di tulisan ini aku hanya ingin focus pada soto Semarang dan
soto Sokaraja, dan saat yang tepat untuk menyantapnya.
SOTO
SEMARANG
Berhubung aku lahir dan besar di Semarang, rasa soto yang
paling familiar dengan lidahku adalah soto Semarang. Kuahnya bening, tanpa
santan. Tidak ada taburan jeroan, hanya suwiran daging ayam atau sapi. Yang
paling menonjol dari soto Semarang ini adalah tambahan soun, yang sangat jarang
ditemui di jenis soto-soto yang lain. Bagi mereka yang tidak biasa sarapan
nasi, soun ini cukup mengenyangkan sebagai ganti nasi.
foto diambil dari sini |
Warung soto di Semarang biasa buka sejak pagi hari, sekitar
pukul enam pagi. Bagi orang Semarang, soto adalah salah satu pilihan nikmat
untuk sarapan karena sangat ringan untuk perut. Selain soto itu sendiri,
hidangan pendamping lain yang disediakan di atas meja biasanya adalah tahu dan
tempe goreng, sate ayam, sate kerang, atau pun satu telur puyuh dan perkedel
kentang. Karena ‘ringan’, banyak warung soto yang buka hanya di pagi hari
hingga kurang lebih pukul 10.00.
Bagiku pribadi, soto kurang cocok dimakan untuk makan siang
maupun makan malam.
SOTO
SOKARAJA
Pertama kali aku mencicipi soto Sokaraja di tahun 2000, ketika
dalam perjalanan dari Semarang menuju Purwokerto, kakakku mengajak mampir di
satu warung soto di Sokaraja. Satu hal unik yang membedakannya dengan soto
Semarang adalah penggunaan ketupat sebagai ganti nasi. Di atasnya ada taburan
krupuk berwarna merah. Untuk sambal, soto Sokaraja menggunakan sambal kacang.
7 Mei 2016 aku, Ranz, Nte Yatmi (Federal Tangerang) dan empat
JFBers (Nte Dyah, Om Chandra, Om Aryo, dan Om Irfan) berencana untuk sarapan soto
seusai gowes pagi mencari icon Purwokerto (buat unjuk narsis kita gowes di kota
mendoan) di warung soto Jalan Bank. Kita sampai sana pukul 08.00. To our surprise, warung belum buka! Ketika
om Chandra bertanya apakah warung tutup hari itu atau buka agak siang, kita
mendapat jawaban bahwa warung buka jam 10.00. Bagi orang Semarang dan Jogja,
warung soto buka jam 10.00 itu sangatlah kebangeten … malesnya. LOL. Alesan
pegawai bahwa pada hari itu mereka ada banyak pesanan tetap tidak membuat kita
bisa menerimanya. LOL.
Om Chandra mencoba mencari warung soto di jalan yang sama,
terletak kurang lebih 100 meter dari tempat kita berdiri, hasilnya sama saja.
Warung buka pukul 10.00.
Dikarenakan perut telah keroncongan, namun sebelum
meninggalkan Purwokerto kepengen merasakan soto Sokaraja, teman-teman JFB pun
ngomel2. LOL.
foto diambil dari sini |
Usut punya usut, setelah bertanya dengan beberapa teman – baik
yang asli Purwokerto maupun yang telah lama tinggal di Purwokerto – aku
mendapati “kenyataan” bahwa di seluruh kawasan Purwokerto (mungkin juga
Sokaraja) warung soto baru buka sekitar pukul 10.00, paling cepat mungkin ada
yang sudah buka jam 09.00. Jenis soto yang berbeda ternyata waktu yang “tepat”
untuk menyantapnya pun berbeda. Jika di Semarang (dan Jogja, mungkin juga
Jakarta) waktu yang tepat untuk menyantap soto itu sekitar pukul 06.00 – 10.00,
sedangkan di kawasan Banyumas, soto pas disantap untuk ‘brunch’.
Lain ladang lain belalang. Lain lubuk lain pula ikannya.
Begitulah pepatah yang kita dengar sejak kita kecil kan ya? J
LG 15.30 24/05/2016
P.S. :
Di kotamu, soto itu untuk sarapan, makan siang, atau makan malam? :)
No comments:
Post a Comment