Antara poligami dan simpan menyimpan :p
Semenjak aku mendidik diri menjadi seorang feminis dengan banyak
membaca buku/jurnal yang ditulis dengan sudut pandang feminis, aku mulai
membenci poligami, satu praktik yang dianggap melecehkan posisi kaum perempuan,
di mata para feminis. Ini sekitar tahun 2003 – 2004. (Better late than never
kan ya? J ) Well, tentu saja sebelum
aku mencapai titik awakening a.k.a pencerahan (lebay ya rapapa ta? :p), aku
pernah berpikir bahwa mungkin memang poligami diporbolehkan dengan alasan bla
bla bla ... bahwa mungkin poligami adalah kesetaraan bagi perempuan lain yang
karena kehabisan stok laki-laki di dunia ini hingga mereka terpaksa jomblo.
LOL. Ini, gegara aku percaya omongan orang bahwa jumlah perempuan di dunia ini
empat kali lipat ketimbang laki-laki. LOL.
Setelah mendapat pencerahan, terlebih lagi setelah mendapat
fakta di internet tentang sex ratio atau perbandingan jumlah laki-laki dan
perempuan di seluruh dunia, pada umumnya, dan di Indonesia pada khususnya, dan
mendapati bahwa kepercayaan jumlah perempuan empat kali lipat ketimbang jumlah
laki-laki ternyata hanya omong kosong belaka, tipu-tipu para pemuja
selangkangan untuk mendapatkan legalisasi menikahi lebih dari satu perempuan,
aku tentu saja tak lagi mudah dibohongi. LOL. (Big
thanks to internet!)
Check this link for sex ratio in the world.
Check this link for sex ratio in the world.
gambar diculik dari sini :) |
Meski membenci praktik poligami, aku tentu masih bisa menerima
alasan beberapa atau banyak perempuan yang terlibat di dalamnya, yang kupandang
memang menguntungkan diri mereka, asal tak satu pun perempuan yang tersakiti,
misal istri pertama. Misal, dengan menjadi istri kesekian mereka akan
bergelimang harta. Itu hak mereka. Namun satu hal pasti, aku juga berhak untuk
tidak menaruh hormat pada perempuan sejenis itu.
Namun apalah aku ini. Ga ngaruh banget kan ya rasa tidak
hormatku pada mereka ini? LOL.
Sekitar tahun 2005 dulu, aku pernah secara selintas kenal
seorang perempuan yang menjadi istri kesekian seorang laki-laki, hanya agar
tidak dicereweti oleh orangtuanya karena orangtuanya lelah disorot tetangga mengapa anak
perempuannya menjadi perawan tua. Kondisi keuangannya cukup stabil karena dia
memiliki pekerjaan yang mapan. Dia awalnya enggan menikah karena tidak ingin
terlalu dikekang mau begini mau begitu oleh seorang laki-laki. Pilihan menjadi
istri kesekian seorang laki-laki dia ambil setelah dia dan suami paruh waktunya
itu menulis perjanjian pranikah bahwa pernikahan mereka hanya resmi di atas
selembar kerta tak bermakna dengan satu-satunya tujuan : menghindari dirongrong oleh orangtua si
perempuan. Setelah menikah, perempuan ini tetap tinggal di kota
kelahirannya, di ujung Selatan pulau Jawa bagian tengah. Si laki-laki kembali
ke pelukan istri sebelumnya, di satu kota metropolitan yang selalu hiruk pikuk.
Untuk alasan keterlibatan dalam poligami seperti ini, meski aku
tetap kasihan pada nasib si perempuan (yang memiliki orangtua yang kalah oleh social pressure)
aku tidak akan menyinyirinya. LOL.
Bagaimana dengan seorang perempuan yang memilih menjadi
simpanan? Alias pacar gelap yang tidak dinikahi secara resmi?
Well, aku belum pernah punya teman atau kenalan yang menjadi
simpanan seorang laki-laki, jadi aku tidak tahu apa alasan utama mereka memilih
jalan seperti itu, selain gelimang harta. Namun jika ternyata ada seorang
perempuan yang memilih jalan ini dengan tanpa gelimang harta, errr ...,
percayakah kau pada cinta sejati?
Aku tidak. LOL. Alasannya simpel, aku belum pernah mengalaminya.
Memiliki cinta sejati pada seseorang yang bukan merupakan bagian dari darah
dagingku. :D
Apakah aku perlu dikasihani? LOL. Terserah kamu laaah. LOL.
Trigger postingan ini tertulis adalah satu status seorang kawan
fesbuk tentang seorang kenalannya yang menjadi simpanan seorang laki-laki yang
kaya raya, selama puluhan tahun. Perempuan ini secara penampilan cantik
mempesona, kata temanku. J si
laki-laki pun selain kaya raya juga gagah dan ganteng. Kata status itu.
gambar diambil dari sini |
Setelah sekian puluh tahun jadi simpanan, si perempuan akhirnya
dinikahi, setelah istri resmi si laki-laki meninggal dunia. Sebelum pernikahan,
mereka menandatangani perjanjian pranikah bahwa selama pernikahan, si perempuan
akan mendapatkan ini itu itu ini bla bla bla ... harta warisan tidak masuk
dalam hak si perempuan. Berarti ini seperti kontrak kerja ya? Begitu si
laki-laki meninggal, si perempuan seperti kehilangan pekerjaan, tanpa pesangon.
J
Konon dia memang hidup bergelimang harta. Rumah seharga miliaran
rupiah dia miliki, mobil seharga ratusan juta, liburan ke Eropa, dll. Jika dia
teliti secara ekonomi, dia bisa menabung untuk pesangonnya sendiri di masa tua.
Nah!
Di satu sisi harus kuakui perempuan ini cerdik. Konon kelemahan
laki-laki – yang bagi orang lain bisa jadi adalah kekuatannya – terletak di
antara kedua kakinya. Mungkin perempuan ini telah ‘menaklukkannya’. :D
(Eh, jadi ingat, di satu sesi Sex and the City, Carrie bertemu
dengan seorang kenalannya yang hidup dengan cara menjadi simpanan laki-laki
jetset dunia, melanglang buana dari satu negara ke negara lain, satu benua ke
benua lain. Bedanya adalah, kenalan Carrie ini berganti-ganti laki-laki yang “menyimpannya”,
perempuan di status kawan fesbukku “setia” pada satu laki-laki. Well, mungkin
setia mungkin juga tidak. LOL.)
Namun seperti Carrie yang memilih menghindari gaya hidup seperti
ini, dengan tetap bekerja sebagai seorang kolumnis, aku juga lebih memilih
menjadi diri sendiri, ketimbang menjadi perempuan cerdik yang menaklukkan
kelaki-lakian seorang lelaki untuk bergelimang harta. (amerga ora ana sing
nawari aku dadi sing ngono kuwi. Eh, abaikan! Kekekekeke ...)
Lifestyle is indeed just a matter of choice.
Mau memilih menjadi istri kesekian seorang laki-laki demi alasan
apa pun, atau menjadi simpanan seorang (atau banyak) laki-laki demi bergelimang
harta, atau cukup menjadi seorang pejalan hidup sederhana yang kemana-mana naik
sepeda sepertiku. LOL. Yang penting tetap bisa menikmati hidup.
Which is your pick, girls?
LG 11.09 06/09/2016
No comments:
Post a Comment