Search

Wednesday, January 22, 2025

TAK INGIN USAI


 

TAK INGIN USAI

A song by Keisya Levronka

Berdiri
Ku memutar waktu
Teringat
Kamu yang dulu

Ada di sampingku setiap hari
Jadi sandaran ternyaman
Saat ku lemah, saat ku lelah
Ho-wo-wo

Tersadar
Ku tinggal sendiri
Merenungi
Semua yang tak mungkin

Bisa kuputarkan kembali s'perti dulu
Ku bahagia, tapi semuanya hilang tanpa sebab
Kauhentikan semuanya
Ho-oh-oh

Terluka dan menangis, tapi kuterima
Semua keputusan yang telah kaubuat
Satu yang harus kautahu
Ku menanti kau 'tuk kembali

Jujur, ku tak ingin engkau pergi
Tinggalkan semua, usai di sini
Tak tertahan air mata ini
Mengingat semua yang t'lah terjadi

Ku tahu kau pun sama s'perti aku
Tak ingin cinta usai di sini
Tapi mungkin inilah jalannya
Harus berpisah, ho-oh-oh

Terluka dan menangis, tapi kuterima
Semua keputusan yang telah kaubuat
Satu yang harus kautahu
Ku menanti kau 'tuk kembali

(Jujur, ku tak ingin engkau pergi) ho-oh-wo-oh
(Tinggalkan semua, usai di sini) uh-wo-oh
Tinggalkan semua di sini (tak tertahan air mata ini)
(Mengingat semua yang t'lah terjadi)

Ku tahu kau pun sama s'perti aku (sama seperti aku)
Tak ingin cinta usai di sini
Tapi mungkin inilah jalannya
Harus berpisah, ho-oh

Berharap suatu saat nanti
Kau dan aku 'kan bertemu lagi
S'perti yang kauucapkan
S'belum kautinggalkan aku

 **********

Have you ever experienced out of the blue you wanna shed some tears without any clear reason? I oftentimes experience this. And ... I can easily shed tears only by some 'trivial' things, such as listening so sad songs or watching some random vlogs passing on my timeline. 

PT56 12.22 22 January 2025

Sunday, January 05, 2025

IBARBO PARK

 Have you heard this park? Have you visited this place?

Sebagai seseorang yang mengaku cukup sering dolan ke Jogja, honestly aku belum pernah mendengar nama amusement park ini sampai tanggal 28 Desember 2024, saat aku dolan ke Solo. Aku dan Ranz janjian akan bersepeda ke RM Ayam Goreng Mbah Karto Tembel Sukoharjo di hari Minggu 29 Desember 2024. Namun ternyata Ranz malah menawariku untuk ikut dolan ke IBARBO PARK. Kebetulan keluarga besar mas Martin merencanakan dolan ini di hari Minggu 29 Desember 2024.

Ranz bilang dia sudah mencari di google map lokasinya, katanya di Jalan Magelang Km. 14. Nah ini, kami berdua terakhir bersepeda lewat JaMal di tahun 2019, saat ban Petir meletus, sepulang kami dari acara ultah SeLiMa (sepeda lipat Magelang). 

Karena aku penasaran, aku ikut sajalah dolan ke Ibarbo Park ini. Toh, kami masih bisa bersepeda ke Sukoharjo di hari Senin, 30 Desember 2024. I promised Angie to go home on Monday. (Ranz sempet komplain kok aku buru-buru pulang ke Semarang, toh aku libur. so, aku bilang, "I am a mother, I have a daughter to take care of," well, meski Angie sudah bisa dikatakan besar to take care of herself. But you know, yang namanya anak, akan selalu menjadi anak, ibu akan selalu menjadi ibu. hohoho ...

di hari Minggu 29 Desember 2024, bus 3/4 yang berisi keluarga besar mas Martin sampai di halaman parkir pasar oleh-oleh Jongke sekitar pukul 08.30. Kami berenam tinggal menunggu di sana. (aku, Ranz, Deven, mbak Niken, mas Martin, dan Rama) langsung naik bus. 

Bus melewati jalan tol Solo - Jogja yang baru. waktu lewat ini, aku ingat 'desas desus' yang katanya di pinggir jalan tol akan disediakan satu ruas khusus untuk sepeda. ah, kayaknya ga jadi deh. aku tidak melihat ada satu ruas khusus ini kok. harusnya kan lajur sepeda yang disedikan (andai ada) seharusnya lajur yang terproteksi, jadi harus dipisah dari jalur untuk kendaraan bermotor. Ya wislah, gapapa.

Jalan tol ini baru sampai di kawasan Prambanan. Setelah keluar dari jalan tol, jelas bisa dibayangkan, perjalanan langsung tersendat-sendat. Jalanan agak mending setelah bus belok ke ring road. Di sepanjang ring road, hanya di titik-titik tertentu kami menemui kemacetan.

Bus yang kami tumpangi sampai di Ibarbo sekitar jam 10.30. Andai belum ada jalan tol, bisa dibayangkan kami mungkin baru sampai di Ibarbo sekitar jam 11.30. 

Harga tiket masuk dibagi menjadi dua: (1) Rp. 35.000,00 untuk mereka yang hanya ingin berjalan-jalan di dalam. (2) Rp. 65.000,00 merupakan harga tiket terusan: selain bisa mengunjungi semua lokasi, juga bisa masuk ke 'bangunan-bangunan' khusus, misal Monster House (jika di zaman dulu namanya sejenis 'rumah hantu'), main di Kolam Bola, dll. Selain itu juga ada beberapa jenis 'kendaraan' yang boleh dicoba. Ada satu 'fasilitas' yang tidak masuk ke harga tiket terusan ini: PINK SLIDES. Bagi yang ingin mencobanya, dipersilakan untuk membeli tiket seharga Rp. 20.000,00.

Ibarbo Park menyediakan banyak kedai, sehingga pengunjung tidak perlu khawatir jika kelaparan maupun kehausan. Salah satu peraturan yang ada adalah: 'dilarang membawa makanan/minuman dari luar."

Karena hari Minggu 29 Desember itu masuk peak season libur Nataru, jelas Ibarbo Park penuh pengunjung! Meskipun begitu, kami masih bisa cukup nyaman berjalan-jalan di dalamnya. 







Kirain kami bakal bisa menjelajahi Ibarbo Park sampai sore, atau bahkan malam. Ternyata, baru sekitar pukul 14.30, mas Martin sudah menyusul kami. Keluarganya akan segera pulang ke Solo. Owalaaah ... 

Bus meninggalkan tempat parkir sekitar pukul 15.00. Saat kami sudah sampai area Kartosuro/Sukoharjo, mungkin hanya sekitar 7-8 kilometer dari rumah Ranz, bus berhenti di satu warung bakso. Ini sekitar pukul 17.00. Ternyata, kami diajak makan sore. (oh ya, waktu di Ibarbo Park, keluarga mas Martin telah memesankan kami makan siang. Makan siang disediakan secara prasmanan.) Sore itu menu makan malam kami: bakso. Alhamdulillah, 'hanya' bakso. Kalau nasi plus lauk-pauk, jelas perutku ga akan mampu menampungnya. 


 

Sesampai rumah Ranz, aku mengajak Ranz bersepeda keliling, well, hanya sekitar 5 km sih, tapi lumayan lah untuk sedikit membakar apa yang ada di perut. oh ya, kami juga mampir ke Wedangan Pak Basuki! Tapi tentu saja, aku ga mau ngemil, cukup merasakan teh nasgitelnya saja.


aku naik Jean Grey

PT56 19.01 05 January 2025

Do you believe in 'orang pintar'?

Tulisan ini ter-trigger pada satu status yang ditulis oleh seorang kawan media sosialku. Aku menulis komentar yang seperti ini.

*****

Ini adalah pengalaman ayah ibu, yang dulu dikisahkan oleh almarhumah Ibu ketika aku masih kecil. (so, yang kuingat ya hanya sebagian, ada bagian lain yang aku tidak ingat.) 

Ayah Ibu menikah pada tahun 1962. Tidak lama kemudian -- sekitar 5 hari setelah their wedding day -- Ayah memboyong Ibu ke kota Semarang. Ibu bercerita bahwa Ayah sudah pindah ke kota Semarang setelah Ayah lulus SMP di kota kelahirannya, Gorontalo. Bersama kakak perempuannya yang juga waktu itu pindah ke Semarang. Tapi, aku tidak ingat apakah Ibu juga bercerita apa yang membuat 'Budhe' ini tak lagi tinggal di Semarang saat aku bersaudara telah lahir. 

Ayah dan Ibu belum saling kenal sebelum mereka menikah. Di usianya yang ke-29, Ayah pulang ke Gorontalo untuk 'mencari jodoh'. Konon, Ayah pernah dijodohkan dengan seorang perempuan yang waktu itu tinggal di Makassar (entah siapa yang menjodohkan, aku tidak ingat apakah Ibu bercerita juga tentang hal ini.) Dari Semarang, Ayah ke Makassar untuk menemui perempuan ini. Namun, ternyata si perempuan tidak bertarik untuk melanjutkan 'perjodohan' itu. (mungkin karena dia sudah punya pacar.) Maka, Ayah pun melanjutkan perjalanan ke Gorontalo, menengok tanah kelahirannya.

Di Gorontalo, Ayah bertanya ke saudara-saudara adakah yang punya anak perempuan yang bisa dijodohkan dengannya. Ibu yang masih sekolah di SGTK kelas 1, disodorkan ke Ayah sebagai calon jodohnya. (entah oleh siapa, aku tidak ingat.) Ayah pun datang ke rumah Ibu -- yang sebenarnya masih terhitung sepupu. Mereka berdua sama-sama memiliki nama fam PODUNGGE.) Ayah ternyata langsung naksir Ibu. (uhuk, lol.)

Kakek nenek yang sudah punya rencana menikahkan kakak Ibu, langsung menawari Ayah untuk segera melangsungkan pernikahan dengan Ibu, sehingga di hari yang sama, kakek nenek sekalian 'mantu' dua anak perempuannya. Setelah Ayah melamar Ibu, ternyata Ibu pun menerima lamaran itu. Waktu aku bertanya mengapa Ibu mau menikahi Ayah yang sama sekali tidak dia kenal, jawabannya, "Lha Bapakmu ganteng je." lol. Akhirnya aku tahu mengapa aku suka melihat lelaki ganteng: aku menuruni Ibu. wakakakaka ... 

In short ...

Baru setahun kemudian setelah menikah, Ibu hamil. Kakak pertama lahri di tahun 1964. Akan tetapi, kakak ini meninggal di usia 5 bulan, karena sakit muntaber. Tidak lama setelah itu, Ibu hamil lagi. Kakak kedua lahir di tahun 1965, sekitar 2 minggu setelah peristiwa G30 S PKI. Sejak lahir, kakak (kedua) ini sakit-sakitan terus menerus. Hal ini membuat Ayah Ibu berpikir bahwa apa yang terjadi pada mereka ini 'dibuat' oleh seseorang. Karena pikiran inilah, Ayah Ibu bertanya pada seorang 'pintar', sesama orang Gorontalo yang tinngal di Semarang. Dia bilang bahwa memang ada seseorang yang 'memasukkan' sesuatu ke diri Ayah, saat Ayah Ibu menikah. Si orang ini melakukannya saat ikut 'siraman' di hari pernikahan Ayah Ibu. (I can conclude that this 'culprit' was one relative of my parents.)

Si orang pintar pun mengatakan untuk memerangi 'pengaruh jahat' ini, Ayah dan Ibu harus melakukan beberapa ritual. Aku sudah lupa apa saja; salah satunya adalah Ayah harus mandi malam-malam, menggunakan air yang diambil dari beberapa sumur. Aku tidak ingat berapa kali, dan apakah melakukannya harus malam Jumat atau di malam lain. Dan Ayah harus melakukannya berapa kali, dan berapa lama. 

Si orang pintar menyarankan Ayah Ibu untuk memiliki anak lagi. Si bayi inilah nanti yang diharapkan akan membawa 'tanda' bahwa pengaruh jahat yang 'ditanamkan' di diri Ayah sudah hilang. 

2 tahun kemudian setelah itu, aku lahir. Aku pun dibawa ke orang pintar itu untuk 'dilihat'. Alhamdulillah aku dinyatakan membawa keberuntungan untuk keluarga. 

Kata Ibu, setelah itu, kehidupan Ayah Ibu tidak lagi diganggu sakit-sakitan. Kakak pun langsung sehat wal afiat. 

*****

Saat menulis ini, aku baru ingat apa yang dikatakan oleh Ranz. (Check this link, please.) Mungkin, 'aura' yang dilihat Ranz inilah yang juga dilihat oleh 'orang pintar' teman Ayah Ibu ini. 

Mungkiiiin ...

*****

"Oh, kamu percaya ya mbak? kulihat kamu kan orang modern, kupikir ga bakal percaya hal beginian." komentar si penulis status, saat aku bilang, "aku percaya santet dan sejenisnya."

Well, honestly I am in between about this stuff: mau percaya kok piye, ga percaya kok ya piye. Dulu, Ayah Ibu bertekad untuk tidak kembali ke Gorontalo karena hal-hal ini. Aku masih ingat waktu aku masih kecil, banyak hal yang harus kami hindari; satu hal 'sepele' yang aku ingat adalah aku tidak dibolehkan menyisir rambut di malam hari di depan cermin karena di Gorontalo, jika melakukan hal ini, maka akan muncul hantu di cermin. Herannya, kata Ibu, hal ini tidak terjadi di Semarang.

Setelah tumbuh dewasa, aku baru tahu bahwa pelaku santet ini tidak hanya di Gorontalo, tapi juga terjadi di banyak tempat lain, di pulau Jawa juga. 


Barangkali memahami 'map of consciousness' oleh Hawkins di atas bisa menjadi pedoman kita bagaimana agar kita bisa menangkal hal-hal yang tidak kasat mata ini. Kita harus selalu mampu 'berkesadaran' tinggi, agar tidak mudah 'dimasuki'.

Jadi ingat seseorang yang di tahun 2009 lalu kadang menelponku dan kami bisa ngobrol sampai berjam-jam via telpon. Waktu aku bilang, "When I was religious, I used to bla bla bla ..." (mengacu ke hal-hal yang tidak kasat mata ini ya.) "But now after I am no longer religious, I am even bla bla bla." Komentarnya, "Kalau ini kupikir justru kamu dulu itu hanya setengah relijiyes, malah kamu bisa 'dimasuki'. Sekarang setelah kamu blas tidak percaya hal-hal yang tidak kasat mata ini, 'pertahanan'mu malah kuat." 

Well, if you understand what I mean. 

PT56 18.15 05 January 2025