Beberapa bulan lalu setelah lelah browsing beberapa barang yang kita
butuhkan di dua toko buku yang letaknya tak berjauhan, kita beristirahat di
satu kedai teh yang terletak di satu area dengan satu toko buku yang kita
kunjungi. Sembari menunggu pesanan kita datang, aku membuka plastik buku yang
barusan kubeli, untuk mengecek bahwa buku yang baru kubeli memiliki halaman
yang lengkap. Tentu sambil kita berdua lanjut ngobrol.
Waktu itu hari Jumat, menjelang pukul 11.00 siang. Tak lama kemudian aku
mendengar suara puji-pujian dari masjid terdekat, yang terletak di area Simpang
Lima. Suara puji-pujian itu dengan serta merta membawaku kembali ke ingatan
ketika masih duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah. Dulu, saat duduk di bangku
SD, aku sering ke masjid itu, kadang bersama kawan sekolah, kadang bersama
keluarga. (Waktu SD, libur sekolahku hari Jumat.)
Ingatan ke masa kecil ini membuatku merasa nyaman. Nampaknya setelah
puluhan tahun berlalu, puji-pujian yang sama masih diputar di masjid yang sama,
menjelang waktu Shalat Jumat.
Kemudian aku bercerita kepada Ranz tentang hal ini. Bahkan aku ingat ketika
duduk di bangku kuliah S1, satu kali diajak berkunjung ke rumah seseorang
(entah oleh siapa) yang rumahnya terletak di satu gang tak terlalu lebar,
dimana ada masjid di dekatnya. Aku juga mendengar suara puji-pujian yang sama.
Hal ini mengingatkanku pada satu masa dulu ingin memiliki rumah yang
terletak tak jauh dari masjid.
You can imagine, Ranz pun melengak keheranan mendengarnya. Nana, si agnost
pernah ingin tinggal di rumah yang tak jauh dari masjid? Lol. Bukannya banyak
orang yang komplain dengan suara-suara yang disambung dengan TOA dari masjid
yang mengganggu kenyamanan, entah tidur malam hingga menjelang Subuh di pagi
hari, hingga istirahat siang (afternoon nap).
Hal ini membuatku mencoba menganalisis rasa itu. Inilah hasilnya:
Yang paling penting adalah suara yang melantunkan puji-pujian maupun adzan
itu merdu, jadi enak didengar. Yang kedua mengapa terbersit rasa damai nan
syahdu ketika mendengarnya tentu karena nada suara-suara itu sangat familiar
bagi telingaku ketika kecil, masa kecil yang biasanya membahagiakan bagi banyak
orang. Hanya itu.
Mengapa jika aku mendengar puji-pujian maupun adzan dari masjid dekat kos
Ranz – jika aku sedang solitaire butuh menyendiri disana berjam-jam – aku merasa
terganggu (hingga kadang aku memilih memasang earphone sambil mendengarkan
lagu) karena (1) suaranya sember (2) nadanya ga ngalor ga ngidul. Apalagi tajwidnya.
Ouw em ji … ternyata hanya sesimpel itu! Lol.
LG 15.15 22-Aug-2019