Search

Wednesday, June 25, 2025

Another visit to Tamansari, Jogja

 


Hari Sabtu 21 Juni -- tanggal ultah orang nomor satu di Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2024 -- aku berangkat ke Solo. Bukan untuk turut bergabung dengan ratusan orang lain yang berdatangan ke rumah Pak Jokowi, melainkan karena hari itu 'peringatan' hari ke-40 meninggalnya Rama, satu keponakan Ranz. Itu pun aku berangkat ke Solo setelah selesai bekerja, naik shuttle jam 7pm dari pool Semarang, sampai pool Solo menjelang pukul 9pm. Dan baru kali itu, aku sebegitu mengantuk sampai mobil yang aku naiki sudah sampai di depan pool, aku masih tidur di tempat tidurku. Lol.

 

Hari Minggu 22 Juni, aku ikut keluarga Ranz kondangan ke Sragen. Kirain kita akan melewati 'jalan biasa' a.k.a jalan yang kulewati ketika bikepacking ke Ngawi akhir tahun 2019 lalu, ternyata ada jalan lain menuju Sragen, yang juga bukan jalan yang menuju museum Sangiran. Lol. Sorenya, kami menengok makam Rama, dilanjut makan sore di bakmi Jawa Penumping. 

 

Malamnya, aku dan Ranz sempat keluar jalan-jalan -- perutku rasanya penuh sekali setelah menghabiskan satu porsi bakmi goreng. Kami sempat mampir jajan di Wedangan Pak Basu**, aku suka sekali teh nasgitelnya.

 

Senin 23 Juni 2025

 

Aku, Ranz dan Deven sudah sampai di stasiun Purwosari sekitar pukul 08.35.  jika bulan September 2024 lalu kami naik KA Sanc***, kali ini kami naik KA Pasun*** yang satu jam lebih awal berangkat. KA yang kami naiki meninggalkan Stasiun Purwosari pukul 09.05 dan kami turun di stasiun Lempuyangan pukul 09.45. setelah sekian lama aku blas tidak pernah mengalami mabuk darat, kali itu, kepalaku pusing sekali, rasanya pengen muntah. Apa karena belum sarapan ya? Padalah rasanya perutku baik-baik saja, tidak kelaparan. Inilah sebabnya, satu hal yang kulakukan pertama kali setelah turun dari KA yaitu jajan roti O.

 

Dari stasiun Lempuyangan, kami naik taksi online menuju Tamansari. Sebelum masuk ke area Tamansari, kami jajan bakso dulu -- yang ternyata enak sekali -- yang terletak di dekat pintu masuk (yang sebenarnya pintu keluar). Well, ini adalah sarapan kami. Roti O yang kami makan sebelumnya, ya tentu saja hanya cemilan. Hoho …

 

Bisa kukatakan bahwa Tamansari kali ini sama penuhnya seperti saat aku, Ranz dan Deven ke sini bulan September tahun lalu. Pengunjung tidak hanya turis domestik, namun juga turis dari luar negeri. Tiket masuk untuk turis domestik Rp. 10.000,00 untuk anak-anak (usia 2 - 11 tahun), Rp. 15.000,00 untuk dewasa. Sedangkan untuk turis internasional, mereka dikenai harga dua kali lipat dari turis domestik.

 

Dua hal yang menyebabkan Tamansari penuh pengunjung kali ini tentunya adalah (1) libur kenaikan sekolah (2) musim panas yang membuat banyak turis dari luar negeri datang ke Indonesia. Aku mendengar para turis guide berbicara dalam berbagai bahasa: Belanda, Jerman, Italia, Spanyol, juga termasuk bahasa Korea, Jepang, dan Inggris.

 

You know what?

 

Deven mengajak ke sini lagi karena satu hal: dia ingin mencoba menggambar di permukaan kaos! Bulan September lalu saat kami berjalan-jalan di kampung sekitar Tamansari, satu rumah yang berjualan kaos, menawarkan untuk menggambar di permukaan kaos. Ternyata Deven masih ingat tawaran ini, dan dia kepengen melakukan ini. Inilah alasan utama kami ke Tamansari lagi: agar Deven bisa melakukan yang ingin dia lakukan! Untuk ini, Ranz membayar Rp. 150.000,00.

 

Dari Tamansari, kami naik becak ke titik 0: kami foto-foto di sekitar situ. Lalu berjalan menuju stasiun Tugu. Sebelum meninggalkan stasiun Tugu, kami makan siang yang kesorean di Selasar Malioboro. Kami pulang ke Solo dengan naik KA Sancaka, yang meninggalkan stasiun pukul 17.05. kami sampai di stasiun Balapan pukul 17.45.

 

Dari stasiun Balapan, Ranz memintaku untuk langsung ke pool shuttle yang terletak tidak jauh dari stasiun Purwosari, sementara Ranz dan Deven pulang ke rumah. Ranz lalu menyusulku ke pool, membawakanku backpack yang berisi baju-bajuku. Shuttle yang kunaiki meninggalkan pool pukul 19.00, sampai di pool Semarang pukul 20.45. aku sampai rumah sebelum pukul 21.00. alhamdulillah.

 

Next time, aku dolan lagiiiii. insyaAllah.

 

PT56 14.17 25 June 2025

 

Thursday, June 19, 2025

LUNA MAYA: Pesona Perempuan usia 40-an

 


Menjelang akhir tahun 2009, aku punya kenalan laki-laki berusia sekitar 30-an, married, punya anak 1. Dia  bilang di mata laki-laki berusia 30-an -- meski mungkin tidak banyak, tapi dia yakin dia tidak sendirian -- perempuan berusia 40-an terlihat jauh lebih seksi dan memesona, ketimbang perempuan 30-an, apalagi yang berusia lebih muda dari usia segitu. Perempuan usia 40-an terlihat matang, percaya diri, sehingga aura kecantikannya terpancar secara maksimal.

"Saat ini, seleb perempuan yang paling terkenal adalah Luna Maya." katanya waktu itu. "Tapi, di mataku, kamu nampak jauh lebih menarik dan seksi ketimbang Luna.".

aku cuma melongo mendengarnya, lol. suwer, aku tidak pernah tahu Luna itu menjadi selebriti karena apa, rasanya dia bukan penyanyi, kalau main film / sinetron, ya count me out, aku bukan penikmat film / sinetron Indonesia. apakah dia model iklan? entahlah, aku kurang mengikuti infotaniment Indonesia waktu itu.

nevertheless, aku tidak pernah lupa perkataan kenalanku itu. 

saat nama Luna kian viral saat video percintaannya dengan Ariel, aku pun tidak tertarik untuk mencari-cari linknya. saat akhirnya dia putus, itu pun none of my business. lalu Luna ganti pacaran dengan Reino, putus, malah kemudian Reino menikahi Syahrini, aku pun mendengarnya hanya sambil lalu. ga pernah menyediakan waktu khusus, let's say, untuk mengikuti perkembangan info tentangnya.

aku rada 'ngeh' berita tentang Luna saat tiba-tiba dia sepedaan. maklum, aku mendaku diri sebagai seorang bike traveler, lol. tapi, tidak tahu menahu background yang membuatnya tiba-tiba (mencoba) berolahraga sepedaan antar kota/propinsi ini. Bahkan ada rute khusus di Jogja maupun Semarang yang diberi nama, "jalur Luna Maya". (I just found out recently, ternyata dia tiba-tiba sepedaan itu demi mengobati patah hatinya ya?)


 

aku akhirnya tertarik untuk membaca berita tentang Luna saat pernikahannya dengan Maxime menjadi begitu viral. Jika banyak netizen mengelu-elukan Maxime yang 'menerima Luna apa adanya' (kok kesannya Luna itu ga layak dicintai ya? sehingga perlu segitu digembar-gemborkan Maxime yang menikahi Luna? apa yang membuatku ikutan tertarik membaca berita tentang Luna (akhirnya!)? I am of opinion that Luna absolutely deserves to be loved whole-heartedly!

yes! tentu saja pernyataan kenalan lamaku itu: perempuan usia 40-an itu terlihat jauh lebih memesona ketimbang perempuan usia 30-an. dan mungkin Maxime pun memiliki cara berpikir yang sama dengan kenalanku dulu itu ya. hihihi ...

(But do you agree that Luna now looks much more stunning as well as gorgeous than herself 15 years ago?)

MS48 20.21 19 June 2025 


 P.S.

anti klimaks

lelaki kenalanku itu juga bilang begini, "entah ya Na jika aku nanti berusia 50-60 tahun. barangkali aku juga akan lebih tertarik pada perempuan-perempuan yang berusia muda, let's say di bawah usia 30 tahun."

wakakakakakakakakakakaka 

Monday, May 19, 2025

Hey hey Lasem!

 


Waktu berkunjung ke Lasem di tahun 2015 -- ini kunjunganku ke Little Chinatown yang ketiga -- kupikir, aku tidak akan main ke sini lagi. Namun, ternyata aku mendapatkan kesempatan untuk ke sana lagi. Alhamdulillaaah …

 

Tempat kerjaku mengadakan outing bersama lagi, setelah 7 tahun berlalu. Sebelum memutuskan ke Lasem, ada beberapa option yang ditawarkan (1) Klaten -- ada 2 lokasi yang ditawarkan (2) Cimory + Eling Bening (3) Pantai Jodo - Batang (4) Pecinan Lasem. Setelah voting, Lasem mendapatkan pilihan terbanyak.

 

Minggu 18 Mei 2025

 

Kami diminta berkumpul sebelum jam 05.30, rencana berangkat jam 05.30. Tapi ternyata kami ini seperti orang Indonesia kebanyakan, lol: tukang ngaret. Akhirnya bus meninggalkan tikum jam 06.00. Dari Jl. Sugiyopranoto, bus ke arah Barat, belok ke Jl. Anjasmoro, lalu masuk ke Jl. Yos Sudarso (jalan arteri), lurus terus sampai Kaligawe.

 

Setelah melewati Sayung, bus masuk jalan tol Semarang - Demak. Setelah keluar dari jalan tol (yang pendek saja), traffic lumayan padat. So, ya masuk akal jika bus baru masuk perbatasan Kota Kudus sekitar pukul 07.15. bBasanya aku lewat dalam kota, karena kali ini naik bus, tentu bus melewati jalan yang berbeda, aku sudah tidak bisa mengenali lagi area yang aku lewati, lol.

 

In short, bus lewat seberang hotel Kencana Rembang -- yang pernah aku inapi dua kali bersama Ranz -- sekitar pukul 08.55. menjelang masuk area Lasem, traffic kian padat, bisa kukatakan macet malah. Lokasi yang kami kunjungi paling tinggal 'selemparan crank' (lol), eh, butuh waktu lebih dari 20 menit dooong.

 

Kami sampai di Rumah Merah sekitar pukul 09.35, bus ukuran 3/4 yang kami tumpangi bisa diparkir di seberang toko batik Rumah Merah. Di halaman toko batik ini kami disambut pertunjukan barongsai. Setelah sempat berfoto-foto bersama, sang tour guide baru mengantar kami berkeliling Rumah Merah. Satu hal yang paling menarik di sini -- bagiku -- adalah adanya bunker. Di zaman dulu -- zaman masih perang -- banyak rumah yang memiliki bunker, tempat untuk bersembunyi jika ada perang, terutama ketika ada pesawat terbang lewat sambil menembaki atau melempar mesiu.

 



Setelah selesai menjelajahi Rumah Merah, rombongan menuju Klenteng Cu An Kiong, bus diparkir di tempat parkir klenteng. Seingatku aku sudah pernah masuk klenteng tertua di Pulau Jawa ini, tapi, baru kemarin aku ngeh kalau bangunannya setipe dengan Klenteng Tay Kak Sie Semarang. Dari Klenteng Cu An Kiong, kami berjalan kaki ke 'Lawang Ombo', yang dulu aku kenal dengan nama Rumah Candu, tempat orang-orang dahulu menyelundupkan candu a.k.a opium dari laut ke daratan Lasem.

 

Dari Lawang Ombo, kami ke RM Ikan Bakar Pantura: saat kami makan siang dan shalat.




 

Usai makan siang, kami melanjutkan perjalanan. Pertama kami mampir ke toko oleh-oleh. Dari sana, kami mampir Pantai Wates. Pantai ini berpasir putih, dengan butiran pasir yang halus, tidak seperti pasir yang ada di pantai-pantai Selatan. Kata seorang kawan, dari sini, kita bisa bersampan menuju satu pulau yang masih terlihat dari pantai, namanya Pulau Besar. Tapi, karena tidak banyak kawan yang ingin ke sana, ya, aku tidak ke sana, meski penasaran ingin membandingkannya dengan Pulau Panjang, Jepara.

 

Kami meninggalkan Pantai Wates sekitar pukul 16.15.

 

Kami sampai di tikum pukul 20.00, lebih lama ketimbang saat berangkat karena sempat ada masalah di bus yang kami naiki. Alhamdulillah, bus tetap bisa kita naiki sampai Semarang.

 

Next time kami jalan-jalan bareng lagiiii. insyaAllah.

 

MS48 16.49 19 May 2025

 

Friday, May 09, 2025

What do your (old) friends remember about you?

 


Do you know that we cannot always predict what our old friends remember about us? Or am I just a forgetful creature? Lol.

 

Sekitar 13 tahun yang lalu, saat ikut menghadiri undangan kumpul-kumpul kawan SMP (setelah berpisah selama kurang lebih 29 tahun), seorang kawan yang pernah duduk satu bangku denganku bilang, "Na, kamu masih suka menulis puisi ya ternyata?" dia bilang begini setelah kami berteman di facebook dan kadang aku menulis puisi sebagai status.

 

"Apakah aku sudah suka menulis puisi saat kita duduk di bangku SMP?" tanyaku, innocently, lol.

 

Well, aku mengakui bahwa aku sudah suka coret-coret menulis puisi sejak SMP, tapi aku malu jika ketahuan orang lain, maka aku pun menulisnya diam-diam saja. Ternyata, kawanku ini mengingatnya dengan baik. (I even didn't remember that we used to sit on the same bench! Lol. Gile, aku yang berpikir bahwa aku seorang pengingat dengan baik ternyata lupa hal-hal begini, lol. Well, dulu kami pernah satu kelas (dan duduk sebangku) di kelas 2 SMP. Entah mengapa yang aku ingat dengan baik adalah kawan sebangku saat duduk di kelas 1 dan 3 SMP.

 

*****

 

Satu kali dulu, aku pernah dikagetkan oleh seorang chat 'friend'. Aku tidak ingat bahwa aku dan dia pernah chat di zaman mIRC viral. (zaman itu istilah viral belum dipakai ya, lol.) namun dia ingat aku dengan baik, bahkan mengagetkanku dengan bilang, "Kamu suka berenang kan? Jika kamu dolan ke Cirebon, kamu suka berenang di hotel Apit* yang ada kolam arusnya." aku hanya melongo mendengar itu.

 

Aku bahkan tidak ingat aku pernah bercerita tentang hal ini pada seseorang yang 'hanya' kutemui online, dan chat hanya sekali, sebelum akhirnya kita bertemu online lagi. Well, mungkin lebih tepatnya he FOUND me karena menurut pengakuannya dia sering online demi mencariku untuk ngobrol-ngobrol lagi.

 

*****

Hari Senin 4 Mei 2025 aku bertemu seorang kawan yang dengannya aku terakhir bertemu di tahun 1993, saat aku wisuda kuliah S1. ya, kami berdua ngekos di tempat yang sama selama kurang lebih 1,5 tahun. Sejak aku wisuda, kami sama sekali tidak pernah bertemu, bahkan juga tidak kontak sama sekali. Aku lupa kapan dia menemukanku di facebook lalu nge-add. Baru sekitar 2 tahun yang lalu dia menghubungiku via facebook meminta nomor telpon. 2 years ago, she planned to come to Semarang but then she cancelled it.

 

The first thing she mentioned to show what she remembered about me was: EBIET G. ADE. Aku sangat heran, seberapakah dulu itu aku mendengarkan lagu-lagu Ebiet ketika di kos sampai itu adalah satu hal yang diingat Tuti? Another thing she remembered was my ex's name! meski dia mengaku sangat jarang membuka akun facebook-nya, dia ingat nama Angie. Well, it makes sense, aku cukup sering mengunggah foto-foto Angie saat kami pergi bersama somewhere.

 

Saat kami ngobrol-ngobrol itu, aku mengambil kesimpulan bahwa Tuti tidak tahu that I am divorced. (saking jarangnya dia buka akun facebook, kukira, sehingga dia tidak tahu bahwa aku tidak pernah menyebut my ex di postingan facebook.) Dia sering menggodaku tentang Angie's dad ini, hingga kupikir I had better tell her about my marital status.

 

"I am divorced now." kataku, di tengah-tengah hiruk pikuk percakapan kita.

 

Ekspresi wajahnya nampak bingung. Tuti bilang, "tapi dulu kamu pernah bilang dia adalah cinta matimu?"

 

Aku melongo. O em ji … benarkah dulu aku pernah bilang begitu? Lol.

 

"Well, you know everything changes. People change. I changed." jawabku, ngeles, lol.

 

Setelah melongo, kulihat ekspresi wajah Tuti nampak sedih. Setelah terdiam sejenak, Tuti mengatakan hal-hal yang filosofis. "hidup ini memang harus dijalani ya. Mau bagaimana pun juga, tentu ada hal-hal baik di ujung sana yang menunggu kita."

 

Gantian aku tertawa, sambil bilang, "Hey. Don't be too serious. It was gone. I am okay. Angie is okay. Everything is okay with us."

 

Tuti yang punya 5 anak laki-laki ini bilang bahwa dia memberi 'pesan' pada anak-anaknya. "Mama tidak terlalu memilih-milih untuk menantu. Yang penting, carilah seseorang yang Islam. Shalatnya tekun. Ibadah lainnya juga tekun. Dan satu hal lagi: seorang istri harus mau nurut sama suami."

 

Aku hanya manggut-manggut mendengarnya, sambil membayangkan jika aku bercerita tentang hal ini ke Angie, pasti dia tertawa. Tolong digarisbawahi: nurut sama suami! :)

 

Dan benar! Angie tertawa saat aku bercerita tentang hal ini, namun dengan respon, "well, tergantung laki-lakinya sih. Kalau memang  suaminya layak dipatuhi, ya gapapa seorang istri nurut sama suaminya."

 

Dan aku ingat satu kali Abangku bilang, "kamu tuh accidentally berubah menjadi feminis Na. coba kalau suamimu itu seperti aku, kamu akan tetap menjadi seorang Nana yang old-fashioned." Well … ada benarnya sih dia.

 

To be continued.

 

MS48 14.40 9 May 2025

 

Sunday, April 27, 2025

Silence

 


When she goes quiet,

it’s not because she has nothing to say.

 

Her silence isn’t emptiness—it’s full.

Full of words too heavy to speak.

Full of emotions too raw to unravel.

Full of pain that feels impossible to put into sentences.

 

She’s tired.

Tired of explaining herself over and over again.

Tired of being misunderstood.

Tired of holding it all together when no one sees the cracks forming beneath her surface.

 

Her silence isn’t indifference—it’s exhaustion.

It’s the weight of carrying battles no one else can see.

It’s the struggle of fighting wars within herself while pretending everything is fine on the outside.

 

Sometimes, the deepest battles are fought in silence.

The loudest cries go unheard because they never leave her lips.

 

So if you notice her retreating into quiet, don’t mistake it for peace.

Ask her what she needs.

Give her space—but also let her know you’re there.

Because behind her silence lies a heart that’s breaking under the pressure of keeping it all inside.

 

And maybe, just maybe, she doesn’t need solutions or advice right now.

Maybe she just needs someone to sit with her in the stillness.

To acknowledge the storm without demanding an explanation.

 

Because her silence isn’t weakness—it’s survival.

And sometimes, the bravest thing a woman can do is stay silent when the world expects her to speak.

-----

~  'Silence is a Woman's Loudest Cry' by Unfiltered Emotions Unfiltered Emotions 


~ Art Unknown via Pinterest

Tuesday, April 22, 2025

Nice to see you again, Ngawi!

 

aku dan Angie dalam gerbong KA BIAS

Hari Jumat 11 April 2025 aku berangkat ke Solo dengan naik travel Ar***n jam 10.00. Sesampai sana, Ranz sudah menunggu kehadiranku. Dari pool travel Ar***n, kami berjalan kaki ke LANA SEDUH yang terletak hanya sekitar 5 langkah dari pool travel. Di Lana, kami makan siang sambil ngobrol. Aku pesan latte cendol, one favorite drink of mine here. Untuk 'munches', aku memesan gado-gado spring rolls. Tidak lama kami berada di sana, hujan deras turun. Ini menjadi alasan kami lumayan lama nongkrong di sana.

 


Ini uenak, sayang saus kacangnya kurang banyak

 

Dari sana, setelah hujan mereda, Ranz mengajakku mampir ke satu café lain lagi, dengan berjalan kaki: Harso Café. Belum lama kami duduk di bangku yang mereka sediakan di luar café, hujan turun lagi. Di sini, aku memesan iced coffee latte, sayangnya rasanya terlalu masam untuk lidahku, not to my taste.

 

Setelah hujan reda, kami berjalan kaki ke rumah Ranz. Well, mungkin jarak dari pool Ar***n ke rumah Ranz sekitar 1,5 km. Dan … tidak lama setelah kami sampai rumah Ranz, hujan turun lagi! Tahun ini memang musim hujannya (terasa) panjang sekali.

 

penampakan migor pesananku

 

Hujan masih turun sampai sekitar pukul 19.00. aku dan Ranz ke luar -- ke warung bakmi Jawa Bu Marni di Penumping -- naik taksi online. Setelah makmal -- aku memesan mi goreng, aku makan hanya setengahnya, setengahnya lagi aku minta dibungkus untuk Angie -- kami berdua ke pool Ar***n, kali ini kami menjemput Angie yang menyusulku dengan naik travel dari Semarang jam 19.00.

 

Sabtu 12 April 2025

 

Kami berempat -- aku, Angie, Ranz, dan Deven -- berangkat menuju stasiun Balapan jam 08.10 naik taksi online. Sesampai stasiun Balapan, kami langsung menuju peron 7/8, yang letaknya berbeda dari peron 1 - 6. untuk pertama kali kami menginjakkan kaki di area stasiun Balapan yang nampak modern! :) Kami naik KA BIAS menuju Ngawi.

 

KA BIAS yang kami tumpangi meninggalkan stasiun Balapan pukul 08.58, dan kami sampai di stasiun Ngawi pukul 10.05. FYI, jika ingin memesan taksi online di sini, kita harus ke luar dulu dari stasiun, berjalan sekitar 200 - 300 meter, baru lokasi kita bisa dibaca oleh aplikasi taksi online. Semula, kami hanya berencana untuk menengok (kembali) Benteng Van den Bosch. Namun, aku tiba-tiba juga ingin ke Srambang Park. Ketika aku mengatakan hal ini kepada Ranz, dan kami ngecek biaya sewa taksi online ke Srambang Park, Ranz setuju. Setelah mendapatkan satu taksi online, kami menawar harga sewa. Si sopir setuju dengan harga Rp. 350.000,00. Tujuan pertama kami adalah Benteng Van den Bosch. Tiket masuk: Rp. 10.000,00 per orang. Untuk (parkir) mobil, kami kudu membayar Rp. 5.000,00.

 



 







Yang pertama kami lakukan sesampai Benteng Van den Bosch adalah mampir di salah satu kantin yang ada: Angie belum sarapan! (aku, Ranz dan Deven sudah sempat sarapan bubur ayam sebelum berangkat.) di sini Angie memesan mie ayam, sedangkan Deven memesan satu pop mie. Kami baru masuk ke dalam area benteng sekitar pukul 11.30.

 

Aku sama sekali pangling dengan penampakan Benteng yang sekarang, jika dibandingkan dengan kondisi Benteng di tahun Desember 2019, saat pertama kali aku dan Ranz ke sini. Meskipun begitu, honestly, ternyata meski telah direnovasi dan bangunan benteng nampak modern, vibes kunonya masih terasa kok.

 

Sekitar pukul 13.00 kami ke luar. Sopir taksi yang kami sewa telah menunggu kami di tempat parkir mobil. (FYI, setelah mengantar kami ke Benteng, dia pamit untuk mengantar anaknya pulang ke rumah terlebih dahulu. Si anak ternyata naik KA BIAS yang sama dengan kami, dia bersekolah di satu sekolah swasta di daerah Kerten, Solo.) dari sana, kami langsung menuju Srambang Park, yang terletak kurang lebih 33 kilometer dari pusat kota Ngawi.

 

Sesampai tempat parkir Srambang Park, aku rada heran: tumben sepi. Aku dan Ranz -- diantar mas Martin dan mbak Niken -- ke sini tahun 2023, waktu itu, mencari tempat parkir saja lumayan susah. Apa karena masih sering turun hujan ya? Di beberapa lokasi, ada kejadian pohon tumbang dan menimpa turis (bukan di Srambang sih setahuku). Bisa saja hal ini membuat orang tidak berani berkunjung ke destinasi wisata yang berupa hutan. Dari tempat parkir, kami naik ojek menuju pintu masuk. Seperti biasa, satu motor kami membayar Rp. 5000,00. kami menyewa 3 motor, aku sendiri, Angie sendiri, Ranz dan Deven satu motor. Tiket masuk Srambang Rp. 20.000,00 per orang.

 


Bisa dibayangkan jika tempat parkir saja sepi, suasana di dalam juga sepi. Setelah berjalan-jalan di dalam, aku baru ingat, di banyak tempat, pengelola memberikan peringatan: "JIKA TURUN HUJAN, HARAP SEGERA KEMBALI." peringatan ini khususnya untuk mereka yang terus berjalan menuju air terjun. Aku suka 'trekking' di sini karena treknya mudah :) meski mudah (jika dibandingkan dengan trek menuju air terjun Semirang atau Curug Lawe/Benowo), ini tetaplah trekking di tengah hutan dengan pohon-pohon yang tinggi-tinggi, sungai yang airnya bening dan dingin.

 

Syukurlah sampai kami memutuskan untuk ke luar dari area Srambang Park pukul 15.30, hujan tidak turun. Hujan turun saat kami on the way menuju stasiun Ngawi. Kami sampai di stasiun Ngawi sekitar pukul 16.30. KA BIAS yang kami naiki berangkat dari stasiun pukul 16.50. kami sampai di stasiun Balapan pukul 18.00.

 

Penampakan chicken schnitzel di WE GOT STEAK, full of cheese!

Double tenderloin steak

 

Dari sana, Ranz mengajak kami makmal di WE GOT STEAK. See? Jika aku sedang bepergian begini, tatanan makanku yang biasanya hanya dua kali sehari (sarapan dan maksi) jadi berantakan. Hiksss …  mau ga ikut makan, kok eman-eman, lha ditraktir je, lol.

 

Mungkin kami sampai rumah Ranz sekitar pukul 21.00. Perutku kuenyang sekai!!!

 

Guess what? Aku dan Ranz masih mau dolan ke Ngawi lagi! Hohoho … Ranz menyesal karena dia tidak kepikiran untuk sekalian ke Srambang, maka dia pesan tiket KA BIAS yang jam 08.58. andai sejak awal berencana begitu, dia akan memesan tiket yang lebih pagi lagi, agar kami bisa lebih puas eksplore Benteng Van den Bosch.

 

PT56 14.02 22 April 2025

 

12 April 2025

Desember 2019