Search

Sunday, April 27, 2025

Silence

 


When she goes quiet,

it’s not because she has nothing to say.

 

Her silence isn’t emptiness—it’s full.

Full of words too heavy to speak.

Full of emotions too raw to unravel.

Full of pain that feels impossible to put into sentences.

 

She’s tired.

Tired of explaining herself over and over again.

Tired of being misunderstood.

Tired of holding it all together when no one sees the cracks forming beneath her surface.

 

Her silence isn’t indifference—it’s exhaustion.

It’s the weight of carrying battles no one else can see.

It’s the struggle of fighting wars within herself while pretending everything is fine on the outside.

 

Sometimes, the deepest battles are fought in silence.

The loudest cries go unheard because they never leave her lips.

 

So if you notice her retreating into quiet, don’t mistake it for peace.

Ask her what she needs.

Give her space—but also let her know you’re there.

Because behind her silence lies a heart that’s breaking under the pressure of keeping it all inside.

 

And maybe, just maybe, she doesn’t need solutions or advice right now.

Maybe she just needs someone to sit with her in the stillness.

To acknowledge the storm without demanding an explanation.

 

Because her silence isn’t weakness—it’s survival.

And sometimes, the bravest thing a woman can do is stay silent when the world expects her to speak.

-----

~  'Silence is a Woman's Loudest Cry' by Unfiltered Emotions Unfiltered Emotions 


~ Art Unknown via Pinterest

Tuesday, April 22, 2025

Nice to see you again, Ngawi!

 

aku dan Angie dalam gerbong KA BIAS

Hari Jumat 11 April 2025 aku berangkat ke Solo dengan naik travel Ar***n jam 10.00. Sesampai sana, Ranz sudah menunggu kehadiranku. Dari pool travel Ar***n, kami berjalan kaki ke LANA SEDUH yang terletak hanya sekitar 5 langkah dari pool travel. Di Lana, kami makan siang sambil ngobrol. Aku pesan latte cendol, one favorite drink of mine here. Untuk 'munches', aku memesan gado-gado spring rolls. Tidak lama kami berada di sana, hujan deras turun. Ini menjadi alasan kami lumayan lama nongkrong di sana.

 


Ini uenak, sayang saus kacangnya kurang banyak

 

Dari sana, setelah hujan mereda, Ranz mengajakku mampir ke satu café lain lagi, dengan berjalan kaki: Harso Café. Belum lama kami duduk di bangku yang mereka sediakan di luar café, hujan turun lagi. Di sini, aku memesan iced coffee latte, sayangnya rasanya terlalu masam untuk lidahku, not to my taste.

 

Setelah hujan reda, kami berjalan kaki ke rumah Ranz. Well, mungkin jarak dari pool Ar***n ke rumah Ranz sekitar 1,5 km. Dan … tidak lama setelah kami sampai rumah Ranz, hujan turun lagi! Tahun ini memang musim hujannya (terasa) panjang sekali.

 

penampakan migor pesananku

 

Hujan masih turun sampai sekitar pukul 19.00. aku dan Ranz ke luar -- ke warung bakmi Jawa Bu Marni di Penumping -- naik taksi online. Setelah makmal -- aku memesan mi goreng, aku makan hanya setengahnya, setengahnya lagi aku minta dibungkus untuk Angie -- kami berdua ke pool Ar***n, kali ini kami menjemput Angie yang menyusulku dengan naik travel dari Semarang jam 19.00.

 

Sabtu 12 April 2025

 

Kami berempat -- aku, Angie, Ranz, dan Deven -- berangkat menuju stasiun Balapan jam 08.10 naik taksi online. Sesampai stasiun Balapan, kami langsung menuju peron 7/8, yang letaknya berbeda dari peron 1 - 6. untuk pertama kali kami menginjakkan kaki di area stasiun Balapan yang nampak modern! :) Kami naik KA BIAS menuju Ngawi.

 

KA BIAS yang kami tumpangi meninggalkan stasiun Balapan pukul 08.58, dan kami sampai di stasiun Ngawi pukul 10.05. FYI, jika ingin memesan taksi online di sini, kita harus ke luar dulu dari stasiun, berjalan sekitar 200 - 300 meter, baru lokasi kita bisa dibaca oleh aplikasi taksi online. Semula, kami hanya berencana untuk menengok (kembali) Benteng Van den Bosch. Namun, aku tiba-tiba juga ingin ke Srambang Park. Ketika aku mengatakan hal ini kepada Ranz, dan kami ngecek biaya sewa taksi online ke Srambang Park, Ranz setuju. Setelah mendapatkan satu taksi online, kami menawar harga sewa. Si sopir setuju dengan harga Rp. 350.000,00. Tujuan pertama kami adalah Benteng Van den Bosch. Tiket masuk: Rp. 10.000,00 per orang. Untuk (parkir) mobil, kami kudu membayar Rp. 5.000,00.

 



 







Yang pertama kami lakukan sesampai Benteng Van den Bosch adalah mampir di salah satu kantin yang ada: Angie belum sarapan! (aku, Ranz dan Deven sudah sempat sarapan bubur ayam sebelum berangkat.) di sini Angie memesan mie ayam, sedangkan Deven memesan satu pop mie. Kami baru masuk ke dalam area benteng sekitar pukul 11.30.

 

Aku sama sekali pangling dengan penampakan Benteng yang sekarang, jika dibandingkan dengan kondisi Benteng di tahun Desember 2019, saat pertama kali aku dan Ranz ke sini. Meskipun begitu, honestly, ternyata meski telah direnovasi dan bangunan benteng nampak modern, vibes kunonya masih terasa kok.

 

Sekitar pukul 13.00 kami ke luar. Sopir taksi yang kami sewa telah menunggu kami di tempat parkir mobil. (FYI, setelah mengantar kami ke Benteng, dia pamit untuk mengantar anaknya pulang ke rumah terlebih dahulu. Si anak ternyata naik KA BIAS yang sama dengan kami, dia bersekolah di satu sekolah swasta di daerah Kerten, Solo.) dari sana, kami langsung menuju Srambang Park, yang terletak kurang lebih 33 kilometer dari pusat kota Ngawi.

 

Sesampai tempat parkir Srambang Park, aku rada heran: tumben sepi. Aku dan Ranz -- diantar mas Martin dan mbak Niken -- ke sini tahun 2023, waktu itu, mencari tempat parkir saja lumayan susah. Apa karena masih sering turun hujan ya? Di beberapa lokasi, ada kejadian pohon tumbang dan menimpa turis (bukan di Srambang sih setahuku). Bisa saja hal ini membuat orang tidak berani berkunjung ke destinasi wisata yang berupa hutan. Dari tempat parkir, kami naik ojek menuju pintu masuk. Seperti biasa, satu motor kami membayar Rp. 5000,00. kami menyewa 3 motor, aku sendiri, Angie sendiri, Ranz dan Deven satu motor. Tiket masuk Srambang Rp. 20.000,00 per orang.

 


Bisa dibayangkan jika tempat parkir saja sepi, suasana di dalam juga sepi. Setelah berjalan-jalan di dalam, aku baru ingat, di banyak tempat, pengelola memberikan peringatan: "JIKA TURUN HUJAN, HARAP SEGERA KEMBALI." peringatan ini khususnya untuk mereka yang terus berjalan menuju air terjun. Aku suka 'trekking' di sini karena treknya mudah :) meski mudah (jika dibandingkan dengan trek menuju air terjun Semirang atau Curug Lawe/Benowo), ini tetaplah trekking di tengah hutan dengan pohon-pohon yang tinggi-tinggi, sungai yang airnya bening dan dingin.

 

Syukurlah sampai kami memutuskan untuk ke luar dari area Srambang Park pukul 15.30, hujan tidak turun. Hujan turun saat kami on the way menuju stasiun Ngawi. Kami sampai di stasiun Ngawi sekitar pukul 16.30. KA BIAS yang kami naiki berangkat dari stasiun pukul 16.50. kami sampai di stasiun Balapan pukul 18.00.

 

Penampakan chicken schnitzel di WE GOT STEAK, full of cheese!

Double tenderloin steak

 

Dari sana, Ranz mengajak kami makmal di WE GOT STEAK. See? Jika aku sedang bepergian begini, tatanan makanku yang biasanya hanya dua kali sehari (sarapan dan maksi) jadi berantakan. Hiksss …  mau ga ikut makan, kok eman-eman, lha ditraktir je, lol.

 

Mungkin kami sampai rumah Ranz sekitar pukul 21.00. Perutku kuenyang sekai!!!

 

Guess what? Aku dan Ranz masih mau dolan ke Ngawi lagi! Hohoho … Ranz menyesal karena dia tidak kepikiran untuk sekalian ke Srambang, maka dia pesan tiket KA BIAS yang jam 08.58. andai sejak awal berencana begitu, dia akan memesan tiket yang lebih pagi lagi, agar kami bisa lebih puas eksplore Benteng Van den Bosch.

 

PT56 14.02 22 April 2025

 

12 April 2025

Desember 2019


Thursday, April 03, 2025

When in love



 I can be a multitasking bitch when I am in love." (Page 31)

"I can be a bubbly bitch when I'm in love." (Page 32)

"I can be a giving bitch when I'm in love. Can I?" (Page 33)

Lala Bohang, the Book of Invisible Questions.

----------

I can only be a so-called poet when in love 😛 I have written more than a hundred poems since falling for him, 3 years ago. perhaps because he and I live in two different cities. Perhaps because until now we still cannot live together 😆 perhaps ... well ... perhaps there are still many other possibilities ... I don't know. As a 'bucin' actually there are many things that can happen 🤣

DC, Jl. Semeru 18.13 03 April 2025



Shallow

 "Is it shallow to want beautiful girls?"

(It can also be read like this: "is it shallow to want gorgeous guys?")

The answer:

"What's beautiful? What beauty do you see in them?"

(Taken from Lala Bohang's book 'The Book of Invisible Questions' page 8)

----------

Perhaps it is natural for people to like beauty, though for sure everyone has his/her own standard for beauty, both physical beauty or inner beauty. For physical beauty, advertisements in medias will probably shape someone's idea of beauty. They may work. However, they may not. There are always a lot of possibilities in this life.

Then comes the following question:

"Will good looking faces make people fall in love? Or falling in love will make someone see their loved one look good?"

Once I wrote such a question in my social media account. More people chose the second: 'falling in love will make someone look good'. 😁

When someone grows older, will he/she lose his/her good look? Will their partner see him/her just as good looking as before? One thing that I think will stay the same is the feeling between this particular couple, as long as they can maintain their reciprocal feeling well. 

When the feeling stays the same, then the good look is no longer important. Am I right?

In this age of mine, I am still looking forward to finding such a partner.

Djajanti Coffee, 16.30 03 April 2025