Search

Thursday, June 19, 2025

LUNA MAYA: Pesona Perempuan usia 40-an

 


Menjelang akhir tahun 2009, aku punya kenalan laki-laki berusia sekitar 30-an, married, punya anak 1. Dia  bilang di mata laki-laki berusia 30-an -- meski mungkin tidak banyak, tapi dia yakin dia tidak sendirian -- perempuan berusia 40-an terlihat jauh lebih seksi dan memesona, ketimbang perempuan 30-an, apalagi yang berusia lebih muda dari usia segitu. Perempuan usia 40-an terlihat matang, percaya diri, sehingga aura kecantikannya terpancar secara maksimal.

"Saat ini, seleb perempuan yang paling terkenal adalah Luna Maya." katanya waktu itu. "Tapi, di mataku, kamu nampak jauh lebih menarik dan seksi ketimbang Luna.".

aku cuma melongo mendengarnya, lol. suwer, aku tidak pernah tahu Luna itu menjadi selebriti karena apa, rasanya dia bukan penyanyi, kalau main film / sinetron, ya count me out, aku bukan penikmat film / sinetron Indonesia. apakah dia model iklan? entahlah, aku kurang mengikuti infotaniment Indonesia waktu itu.

nevertheless, aku tidak pernah lupa perkataan kenalanku itu. 

saat nama Luna kian viral saat video percintaannya dengan Ariel, aku pun tidak tertarik untuk mencari-cari linknya. saat akhirnya dia putus, itu pun none of my business. lalu Luna ganti pacaran dengan Reino, putus, malah kemudian Reino menikahi Syahrini, aku pun mendengarnya hanya sambil lalu. ga pernah menyediakan waktu khusus, let's say, untuk mengikuti perkembangan info tentangnya.

aku rada 'ngeh' berita tentang Luna saat tiba-tiba dia sepedaan. maklum, aku mendaku diri sebagai seorang bike traveler, lol. tapi, tidak tahu menahu background yang membuatnya tiba-tiba (mencoba) berolahraga sepedaan antar kota/propinsi ini. Bahkan ada rute khusus di Jogja maupun Semarang yang diberi nama, "jalur Luna Maya". (I just found out recently, ternyata dia tiba-tiba sepedaan itu demi mengobati patah hatinya ya?)


 

aku akhirnya tertarik untuk membaca berita tentang Luna saat pernikahannya dengan Maxime menjadi begitu viral. Jika banyak netizen mengelu-elukan Maxime yang 'menerima Luna apa adanya' (kok kesannya Luna itu ga layak dicintai ya? sehingga perlu segitu digembar-gemborkan Maxime yang menikahi Luna? apa yang membuatku ikutan tertarik membaca berita tentang Luna (akhirnya!)? I am of opinion that Luna absolutely deserves to be loved whole-heartedly!

yes! tentu saja pernyataan kenalan lamaku itu: perempuan usia 40-an itu terlihat jauh lebih memesona ketimbang perempuan usia 30-an. dan mungkin Maxime pun memiliki cara berpikir yang sama dengan kenalanku dulu itu ya. hihihi ...

(But do you agree that Luna now looks much more stunning as well as gorgeous than herself 15 years ago?)

MS48 20.21 19 June 2025 


 P.S.

anti klimaks

lelaki kenalanku itu juga bilang begini, "entah ya Na jika aku nanti berusia 50-60 tahun. barangkali aku juga akan lebih tertarik pada perempuan-perempuan yang berusia muda, let's say di bawah usia 30 tahun."

wakakakakakakakakakakaka 

Monday, May 19, 2025

Hey hey Lasem!

 


Waktu berkunjung ke Lasem di tahun 2015 -- ini kunjunganku ke Little Chinatown yang ketiga -- kupikir, aku tidak akan main ke sini lagi. Namun, ternyata aku mendapatkan kesempatan untuk ke sana lagi. Alhamdulillaaah …

 

Tempat kerjaku mengadakan outing bersama lagi, setelah 7 tahun berlalu. Sebelum memutuskan ke Lasem, ada beberapa option yang ditawarkan (1) Klaten -- ada 2 lokasi yang ditawarkan (2) Cimory + Eling Bening (3) Pantai Jodo - Batang (4) Pecinan Lasem. Setelah voting, Lasem mendapatkan pilihan terbanyak.

 

Minggu 18 Mei 2025

 

Kami diminta berkumpul sebelum jam 05.30, rencana berangkat jam 05.30. Tapi ternyata kami ini seperti orang Indonesia kebanyakan, lol: tukang ngaret. Akhirnya bus meninggalkan tikum jam 06.00. Dari Jl. Sugiyopranoto, bus ke arah Barat, belok ke Jl. Anjasmoro, lalu masuk ke Jl. Yos Sudarso (jalan arteri), lurus terus sampai Kaligawe.

 

Setelah melewati Sayung, bus masuk jalan tol Semarang - Demak. Setelah keluar dari jalan tol (yang pendek saja), traffic lumayan padat. So, ya masuk akal jika bus baru masuk perbatasan Kota Kudus sekitar pukul 07.15. bBasanya aku lewat dalam kota, karena kali ini naik bus, tentu bus melewati jalan yang berbeda, aku sudah tidak bisa mengenali lagi area yang aku lewati, lol.

 

In short, bus lewat seberang hotel Kencana Rembang -- yang pernah aku inapi dua kali bersama Ranz -- sekitar pukul 08.55. menjelang masuk area Lasem, traffic kian padat, bisa kukatakan macet malah. Lokasi yang kami kunjungi paling tinggal 'selemparan crank' (lol), eh, butuh waktu lebih dari 20 menit dooong.

 

Kami sampai di Rumah Merah sekitar pukul 09.35, bus ukuran 3/4 yang kami tumpangi bisa diparkir di seberang toko batik Rumah Merah. Di halaman toko batik ini kami disambut pertunjukan barongsai. Setelah sempat berfoto-foto bersama, sang tour guide baru mengantar kami berkeliling Rumah Merah. Satu hal yang paling menarik di sini -- bagiku -- adalah adanya bunker. Di zaman dulu -- zaman masih perang -- banyak rumah yang memiliki bunker, tempat untuk bersembunyi jika ada perang, terutama ketika ada pesawat terbang lewat sambil menembaki atau melempar mesiu.

 



Setelah selesai menjelajahi Rumah Merah, rombongan menuju Klenteng Cu An Kiong, bus diparkir di tempat parkir klenteng. Seingatku aku sudah pernah masuk klenteng tertua di Pulau Jawa ini, tapi, baru kemarin aku ngeh kalau bangunannya setipe dengan Klenteng Tay Kak Sie Semarang. Dari Klenteng Cu An Kiong, kami berjalan kaki ke 'Lawang Ombo', yang dulu aku kenal dengan nama Rumah Candu, tempat orang-orang dahulu menyelundupkan candu a.k.a opium dari laut ke daratan Lasem.

 

Dari Lawang Ombo, kami ke RM Ikan Bakar Pantura: saat kami makan siang dan shalat.




 

Usai makan siang, kami melanjutkan perjalanan. Pertama kami mampir ke toko oleh-oleh. Dari sana, kami mampir Pantai Wates. Pantai ini berpasir putih, dengan butiran pasir yang halus, tidak seperti pasir yang ada di pantai-pantai Selatan. Kata seorang kawan, dari sini, kita bisa bersampan menuju satu pulau yang masih terlihat dari pantai, namanya Pulau Besar. Tapi, karena tidak banyak kawan yang ingin ke sana, ya, aku tidak ke sana, meski penasaran ingin membandingkannya dengan Pulau Panjang, Jepara.

 

Kami meninggalkan Pantai Wates sekitar pukul 16.15.

 

Kami sampai di tikum pukul 20.00, lebih lama ketimbang saat berangkat karena sempat ada masalah di bus yang kami naiki. Alhamdulillah, bus tetap bisa kita naiki sampai Semarang.

 

Next time kami jalan-jalan bareng lagiiii. insyaAllah.

 

MS48 16.49 19 May 2025

 

Friday, May 09, 2025

What do your (old) friends remember about you?

 


Do you know that we cannot always predict what our old friends remember about us? Or am I just a forgetful creature? Lol.

 

Sekitar 13 tahun yang lalu, saat ikut menghadiri undangan kumpul-kumpul kawan SMP (setelah berpisah selama kurang lebih 29 tahun), seorang kawan yang pernah duduk satu bangku denganku bilang, "Na, kamu masih suka menulis puisi ya ternyata?" dia bilang begini setelah kami berteman di facebook dan kadang aku menulis puisi sebagai status.

 

"Apakah aku sudah suka menulis puisi saat kita duduk di bangku SMP?" tanyaku, innocently, lol.

 

Well, aku mengakui bahwa aku sudah suka coret-coret menulis puisi sejak SMP, tapi aku malu jika ketahuan orang lain, maka aku pun menulisnya diam-diam saja. Ternyata, kawanku ini mengingatnya dengan baik. (I even didn't remember that we used to sit on the same bench! Lol. Gile, aku yang berpikir bahwa aku seorang pengingat dengan baik ternyata lupa hal-hal begini, lol. Well, dulu kami pernah satu kelas (dan duduk sebangku) di kelas 2 SMP. Entah mengapa yang aku ingat dengan baik adalah kawan sebangku saat duduk di kelas 1 dan 3 SMP.

 

*****

 

Satu kali dulu, aku pernah dikagetkan oleh seorang chat 'friend'. Aku tidak ingat bahwa aku dan dia pernah chat di zaman mIRC viral. (zaman itu istilah viral belum dipakai ya, lol.) namun dia ingat aku dengan baik, bahkan mengagetkanku dengan bilang, "Kamu suka berenang kan? Jika kamu dolan ke Cirebon, kamu suka berenang di hotel Apit* yang ada kolam arusnya." aku hanya melongo mendengar itu.

 

Aku bahkan tidak ingat aku pernah bercerita tentang hal ini pada seseorang yang 'hanya' kutemui online, dan chat hanya sekali, sebelum akhirnya kita bertemu online lagi. Well, mungkin lebih tepatnya he FOUND me karena menurut pengakuannya dia sering online demi mencariku untuk ngobrol-ngobrol lagi.

 

*****

Hari Senin 4 Mei 2025 aku bertemu seorang kawan yang dengannya aku terakhir bertemu di tahun 1993, saat aku wisuda kuliah S1. ya, kami berdua ngekos di tempat yang sama selama kurang lebih 1,5 tahun. Sejak aku wisuda, kami sama sekali tidak pernah bertemu, bahkan juga tidak kontak sama sekali. Aku lupa kapan dia menemukanku di facebook lalu nge-add. Baru sekitar 2 tahun yang lalu dia menghubungiku via facebook meminta nomor telpon. 2 years ago, she planned to come to Semarang but then she cancelled it.

 

The first thing she mentioned to show what she remembered about me was: EBIET G. ADE. Aku sangat heran, seberapakah dulu itu aku mendengarkan lagu-lagu Ebiet ketika di kos sampai itu adalah satu hal yang diingat Tuti? Another thing she remembered was my ex's name! meski dia mengaku sangat jarang membuka akun facebook-nya, dia ingat nama Angie. Well, it makes sense, aku cukup sering mengunggah foto-foto Angie saat kami pergi bersama somewhere.

 

Saat kami ngobrol-ngobrol itu, aku mengambil kesimpulan bahwa Tuti tidak tahu that I am divorced. (saking jarangnya dia buka akun facebook, kukira, sehingga dia tidak tahu bahwa aku tidak pernah menyebut my ex di postingan facebook.) Dia sering menggodaku tentang Angie's dad ini, hingga kupikir I had better tell her about my marital status.

 

"I am divorced now." kataku, di tengah-tengah hiruk pikuk percakapan kita.

 

Ekspresi wajahnya nampak bingung. Tuti bilang, "tapi dulu kamu pernah bilang dia adalah cinta matimu?"

 

Aku melongo. O em ji … benarkah dulu aku pernah bilang begitu? Lol.

 

"Well, you know everything changes. People change. I changed." jawabku, ngeles, lol.

 

Setelah melongo, kulihat ekspresi wajah Tuti nampak sedih. Setelah terdiam sejenak, Tuti mengatakan hal-hal yang filosofis. "hidup ini memang harus dijalani ya. Mau bagaimana pun juga, tentu ada hal-hal baik di ujung sana yang menunggu kita."

 

Gantian aku tertawa, sambil bilang, "Hey. Don't be too serious. It was gone. I am okay. Angie is okay. Everything is okay with us."

 

Tuti yang punya 5 anak laki-laki ini bilang bahwa dia memberi 'pesan' pada anak-anaknya. "Mama tidak terlalu memilih-milih untuk menantu. Yang penting, carilah seseorang yang Islam. Shalatnya tekun. Ibadah lainnya juga tekun. Dan satu hal lagi: seorang istri harus mau nurut sama suami."

 

Aku hanya manggut-manggut mendengarnya, sambil membayangkan jika aku bercerita tentang hal ini ke Angie, pasti dia tertawa. Tolong digarisbawahi: nurut sama suami! :)

 

Dan benar! Angie tertawa saat aku bercerita tentang hal ini, namun dengan respon, "well, tergantung laki-lakinya sih. Kalau memang  suaminya layak dipatuhi, ya gapapa seorang istri nurut sama suaminya."

 

Dan aku ingat satu kali Abangku bilang, "kamu tuh accidentally berubah menjadi feminis Na. coba kalau suamimu itu seperti aku, kamu akan tetap menjadi seorang Nana yang old-fashioned." Well … ada benarnya sih dia.

 

To be continued.

 

MS48 14.40 9 May 2025

 

Sunday, April 27, 2025

Silence

 


When she goes quiet,

it’s not because she has nothing to say.

 

Her silence isn’t emptiness—it’s full.

Full of words too heavy to speak.

Full of emotions too raw to unravel.

Full of pain that feels impossible to put into sentences.

 

She’s tired.

Tired of explaining herself over and over again.

Tired of being misunderstood.

Tired of holding it all together when no one sees the cracks forming beneath her surface.

 

Her silence isn’t indifference—it’s exhaustion.

It’s the weight of carrying battles no one else can see.

It’s the struggle of fighting wars within herself while pretending everything is fine on the outside.

 

Sometimes, the deepest battles are fought in silence.

The loudest cries go unheard because they never leave her lips.

 

So if you notice her retreating into quiet, don’t mistake it for peace.

Ask her what she needs.

Give her space—but also let her know you’re there.

Because behind her silence lies a heart that’s breaking under the pressure of keeping it all inside.

 

And maybe, just maybe, she doesn’t need solutions or advice right now.

Maybe she just needs someone to sit with her in the stillness.

To acknowledge the storm without demanding an explanation.

 

Because her silence isn’t weakness—it’s survival.

And sometimes, the bravest thing a woman can do is stay silent when the world expects her to speak.

-----

~  'Silence is a Woman's Loudest Cry' by Unfiltered Emotions Unfiltered Emotions 


~ Art Unknown via Pinterest

Tuesday, April 22, 2025

Nice to see you again, Ngawi!

 

aku dan Angie dalam gerbong KA BIAS

Hari Jumat 11 April 2025 aku berangkat ke Solo dengan naik travel Ar***n jam 10.00. Sesampai sana, Ranz sudah menunggu kehadiranku. Dari pool travel Ar***n, kami berjalan kaki ke LANA SEDUH yang terletak hanya sekitar 5 langkah dari pool travel. Di Lana, kami makan siang sambil ngobrol. Aku pesan latte cendol, one favorite drink of mine here. Untuk 'munches', aku memesan gado-gado spring rolls. Tidak lama kami berada di sana, hujan deras turun. Ini menjadi alasan kami lumayan lama nongkrong di sana.

 


Ini uenak, sayang saus kacangnya kurang banyak

 

Dari sana, setelah hujan mereda, Ranz mengajakku mampir ke satu café lain lagi, dengan berjalan kaki: Harso Café. Belum lama kami duduk di bangku yang mereka sediakan di luar café, hujan turun lagi. Di sini, aku memesan iced coffee latte, sayangnya rasanya terlalu masam untuk lidahku, not to my taste.

 

Setelah hujan reda, kami berjalan kaki ke rumah Ranz. Well, mungkin jarak dari pool Ar***n ke rumah Ranz sekitar 1,5 km. Dan … tidak lama setelah kami sampai rumah Ranz, hujan turun lagi! Tahun ini memang musim hujannya (terasa) panjang sekali.

 

penampakan migor pesananku

 

Hujan masih turun sampai sekitar pukul 19.00. aku dan Ranz ke luar -- ke warung bakmi Jawa Bu Marni di Penumping -- naik taksi online. Setelah makmal -- aku memesan mi goreng, aku makan hanya setengahnya, setengahnya lagi aku minta dibungkus untuk Angie -- kami berdua ke pool Ar***n, kali ini kami menjemput Angie yang menyusulku dengan naik travel dari Semarang jam 19.00.

 

Sabtu 12 April 2025

 

Kami berempat -- aku, Angie, Ranz, dan Deven -- berangkat menuju stasiun Balapan jam 08.10 naik taksi online. Sesampai stasiun Balapan, kami langsung menuju peron 7/8, yang letaknya berbeda dari peron 1 - 6. untuk pertama kali kami menginjakkan kaki di area stasiun Balapan yang nampak modern! :) Kami naik KA BIAS menuju Ngawi.

 

KA BIAS yang kami tumpangi meninggalkan stasiun Balapan pukul 08.58, dan kami sampai di stasiun Ngawi pukul 10.05. FYI, jika ingin memesan taksi online di sini, kita harus ke luar dulu dari stasiun, berjalan sekitar 200 - 300 meter, baru lokasi kita bisa dibaca oleh aplikasi taksi online. Semula, kami hanya berencana untuk menengok (kembali) Benteng Van den Bosch. Namun, aku tiba-tiba juga ingin ke Srambang Park. Ketika aku mengatakan hal ini kepada Ranz, dan kami ngecek biaya sewa taksi online ke Srambang Park, Ranz setuju. Setelah mendapatkan satu taksi online, kami menawar harga sewa. Si sopir setuju dengan harga Rp. 350.000,00. Tujuan pertama kami adalah Benteng Van den Bosch. Tiket masuk: Rp. 10.000,00 per orang. Untuk (parkir) mobil, kami kudu membayar Rp. 5.000,00.

 



 







Yang pertama kami lakukan sesampai Benteng Van den Bosch adalah mampir di salah satu kantin yang ada: Angie belum sarapan! (aku, Ranz dan Deven sudah sempat sarapan bubur ayam sebelum berangkat.) di sini Angie memesan mie ayam, sedangkan Deven memesan satu pop mie. Kami baru masuk ke dalam area benteng sekitar pukul 11.30.

 

Aku sama sekali pangling dengan penampakan Benteng yang sekarang, jika dibandingkan dengan kondisi Benteng di tahun Desember 2019, saat pertama kali aku dan Ranz ke sini. Meskipun begitu, honestly, ternyata meski telah direnovasi dan bangunan benteng nampak modern, vibes kunonya masih terasa kok.

 

Sekitar pukul 13.00 kami ke luar. Sopir taksi yang kami sewa telah menunggu kami di tempat parkir mobil. (FYI, setelah mengantar kami ke Benteng, dia pamit untuk mengantar anaknya pulang ke rumah terlebih dahulu. Si anak ternyata naik KA BIAS yang sama dengan kami, dia bersekolah di satu sekolah swasta di daerah Kerten, Solo.) dari sana, kami langsung menuju Srambang Park, yang terletak kurang lebih 33 kilometer dari pusat kota Ngawi.

 

Sesampai tempat parkir Srambang Park, aku rada heran: tumben sepi. Aku dan Ranz -- diantar mas Martin dan mbak Niken -- ke sini tahun 2023, waktu itu, mencari tempat parkir saja lumayan susah. Apa karena masih sering turun hujan ya? Di beberapa lokasi, ada kejadian pohon tumbang dan menimpa turis (bukan di Srambang sih setahuku). Bisa saja hal ini membuat orang tidak berani berkunjung ke destinasi wisata yang berupa hutan. Dari tempat parkir, kami naik ojek menuju pintu masuk. Seperti biasa, satu motor kami membayar Rp. 5000,00. kami menyewa 3 motor, aku sendiri, Angie sendiri, Ranz dan Deven satu motor. Tiket masuk Srambang Rp. 20.000,00 per orang.

 


Bisa dibayangkan jika tempat parkir saja sepi, suasana di dalam juga sepi. Setelah berjalan-jalan di dalam, aku baru ingat, di banyak tempat, pengelola memberikan peringatan: "JIKA TURUN HUJAN, HARAP SEGERA KEMBALI." peringatan ini khususnya untuk mereka yang terus berjalan menuju air terjun. Aku suka 'trekking' di sini karena treknya mudah :) meski mudah (jika dibandingkan dengan trek menuju air terjun Semirang atau Curug Lawe/Benowo), ini tetaplah trekking di tengah hutan dengan pohon-pohon yang tinggi-tinggi, sungai yang airnya bening dan dingin.

 

Syukurlah sampai kami memutuskan untuk ke luar dari area Srambang Park pukul 15.30, hujan tidak turun. Hujan turun saat kami on the way menuju stasiun Ngawi. Kami sampai di stasiun Ngawi sekitar pukul 16.30. KA BIAS yang kami naiki berangkat dari stasiun pukul 16.50. kami sampai di stasiun Balapan pukul 18.00.

 

Penampakan chicken schnitzel di WE GOT STEAK, full of cheese!

Double tenderloin steak

 

Dari sana, Ranz mengajak kami makmal di WE GOT STEAK. See? Jika aku sedang bepergian begini, tatanan makanku yang biasanya hanya dua kali sehari (sarapan dan maksi) jadi berantakan. Hiksss …  mau ga ikut makan, kok eman-eman, lha ditraktir je, lol.

 

Mungkin kami sampai rumah Ranz sekitar pukul 21.00. Perutku kuenyang sekai!!!

 

Guess what? Aku dan Ranz masih mau dolan ke Ngawi lagi! Hohoho … Ranz menyesal karena dia tidak kepikiran untuk sekalian ke Srambang, maka dia pesan tiket KA BIAS yang jam 08.58. andai sejak awal berencana begitu, dia akan memesan tiket yang lebih pagi lagi, agar kami bisa lebih puas eksplore Benteng Van den Bosch.

 

PT56 14.02 22 April 2025

 

12 April 2025

Desember 2019


Thursday, April 03, 2025

When in love



 I can be a multitasking bitch when I am in love." (Page 31)

"I can be a bubbly bitch when I'm in love." (Page 32)

"I can be a giving bitch when I'm in love. Can I?" (Page 33)

Lala Bohang, the Book of Invisible Questions.

----------

I can only be a so-called poet when in love 😛 I have written more than a hundred poems since falling for him, 3 years ago. perhaps because he and I live in two different cities. Perhaps because until now we still cannot live together 😆 perhaps ... well ... perhaps there are still many other possibilities ... I don't know. As a 'bucin' actually there are many things that can happen 🤣

DC, Jl. Semeru 18.13 03 April 2025



Shallow

 "Is it shallow to want beautiful girls?"

(It can also be read like this: "is it shallow to want gorgeous guys?")

The answer:

"What's beautiful? What beauty do you see in them?"

(Taken from Lala Bohang's book 'The Book of Invisible Questions' page 8)

----------

Perhaps it is natural for people to like beauty, though for sure everyone has his/her own standard for beauty, both physical beauty or inner beauty. For physical beauty, advertisements in medias will probably shape someone's idea of beauty. They may work. However, they may not. There are always a lot of possibilities in this life.

Then comes the following question:

"Will good looking faces make people fall in love? Or falling in love will make someone see their loved one look good?"

Once I wrote such a question in my social media account. More people chose the second: 'falling in love will make someone look good'. 😁

When someone grows older, will he/she lose his/her good look? Will their partner see him/her just as good looking as before? One thing that I think will stay the same is the feeling between this particular couple, as long as they can maintain their reciprocal feeling well. 

When the feeling stays the same, then the good look is no longer important. Am I right?

In this age of mine, I am still looking forward to finding such a partner.

Djajanti Coffee, 16.30 03 April 2025



Monday, March 24, 2025

We are what we read

 

foto anak-anak presiden RI 1 - 8, dalam rangka ultah Didit Prabowo, 22 Maret 2025

IMHO, sejak era medsos merakyat secara luas, pilpres (mulai tahun 2014) telah nyaris memecah belah masyarakat kita menjadi pendukung presiden yang menang dan pendukung presiden yang kalah. Well, jika ternyata hal ini telah terjadi di pilpres sebelum-sebelumnya -- terutama sejak dilaksanakannya pilpres secara langsung, di mana rakyat langsung memilih capres yang mereka sukai -- please forgive me karena kurang update. But at least, hipotesis saya ini diperkuat dengan masuknya teknologi android ke Indonesia yang membuat internet kian murah dan mudah diakses orang banyak. Ini terjadi sekitar tahun 2010. More and more people could enjoy android after that year, perhaps around 2011 - 2012

 

Dengan lugu, saya pikir pilpres yang hampir memecah belah rakyat Indonesia ini hanya akan terjadi di masa 'pertarungan ' antara Jokowi versus Prabowo, di tahun 2014 dan 2019. Setelah Prabowo bergabung dengan Jokowi seusai pilpres 2019, rakyat Indonesia akan menjadi satu. Kan yang 'berseteru' telah bergabung menjadi satu?

 

IN FACT, I WAS COMPLETELY WRONG. I was too naïve, wasn't I? lol.

 

Orang-orang yang dulu saya kira mendukung pemerintahan Jokowi dengan sepenuh hati -- para seleb medsos, para influencer, you name it -- ternyata mereka buzzer parpol yang menyewa mereka, lol. Tidak usahlah saya tulis namanya di sini ya. Tapi, begitulah, pilpres 2024 membuat mata saya kian melek (politik). Jika di awal masa kampanye pilpres 2024 -- dimulai sekitar bulan Oktober 2023 -- saya masih sering baper, lol, dengan terbuka menunjukkan keberpihakan saya pada capres dan cawapres tertentu, semakin ke sini, saya lebih memilih untuk menjadi pengamat saja. Saya memilih untuk meredam kebaperan saya di medsos, lol.

 

Konon, platform X di masa kampanye itu dikuasai oleh pihak 01. setelah tanggal 14 Februari 2024 -- hari pencoblosan -- X 'dipenuhi' dengan unggahan-unggahan anti 02, yang berarti merupakan gabungan pihak 01 dan 03. Saya yang tak (lagi) memantau X, tentulah 'immune' dari unggahan-unggahan yang dipenuhi oleh DFK a.k.a disinformasi, fitnah, dan kebohongan ini. Saya lebih memilih (kadang) menonton podcast di youtube yang jelas-jelas mendukung pemerintahan yang sah, atau podcast yang mengaku berdiri di tengah, bersikap proporsional.

 

One loved one of mine yang mengaku golput dan aktif di X kadang ngajak ngobrol tentang ketidakpercayaannya pada pemerintahan yang sah sekarang. Saya mau menuduhnya, "kamu pasti terkena kibulan mereka yang hobi menyebar DFK" (misal tentang UU TNI yang dituduh sebagai bakal kembalinya dwifungsi ABRI oleh para pembenci pemerintah) tapi saya tidak enak hati, lol. I am too kind-hearted, aren't I? lol. Karena sebelum termakan omongan, eh, sebelum terbakar status-status emosional marah-marah melulu ke pemerintah, saya lebih memilih mencoba mencaritahu masak sih begitu? Kalau pun memang begitu, saya yakin pemerintah punya alasan kuat untuk mengimplementasikan hal-hal tertentu. Prabowo sudah bercita-cita untuk menjadi presiden sekian puluh tahun lalu, saya yakin dia punya cita-cita bagus untuk memajukan negara kita. Kalau orang-orang menuduhnya ingin memupuk kekayaan, jelas itu tuduhan yang tidak tepat. Prabowo lahir di keluarga kaya raya dan ningrat (secara politik). Uang trilyunan yang dia miliki tidak akan habis dalam waktu sekian puluh tahun, pastinya.

 

Sebagai pendukung pemerintah yang sah, satu kali saya pun bertanya pada this one loved one of mine. "What will you do if things go bad in our country? Will you move abroad?"

 

"I haven't decided yet. Mungkin saja." jawabnya.

 

Okay, jika dia konsisten dengan ketidaksukaannya pada pemerintah. Yang menyebalkan adalah mereka yang ngomong kasar kepada pemerintah, tapi tetap saja memanfaatkan keuntungan-keuntungan yang mereka dapatkan dari tinggal di negara Indonesia. Misal: menyekolahkan anaknya di sekolah negeri yang gratis. atau memanfaatkan BPJS.

 

"But maybe not. I will compromise with what will happen saja," katanya lagi.

 

Dalam hati saya tertawa, lol. Andai saya punya uang puluhan milyar, dan bisa dengan mudah memutuskan untuk pindah ke LN, mungkin saya akan tetap tinggal di Indonesia. Angie yang katanya ingin pindah ke satu negara di Eropa, ya sila saja. Toh malah enak, saya bisa punya 'excuse' untuk sering-sering dolan ke Eropa, menengok Angie. Hihi …

 

Well, tentu saja saya pernah jengah dengan pemerintah, di masa orba dulu. Lha bagaimana tidak jengah, sejak saya lahir ceprot, sampai saya punya anak di usia 24 tahun, saya hanya mengenal satu presiden saja. Bosan kan? Hihi … Sampai Angie masuk sekolah dan duduk di bangku SD kelas 2, presidennya tetap sama. Waktu itu, Orba terasa begitu perkasa, tidak bakal mungkin tumbang. Represi untuk mengemukakan pendapat di tempat umum terasa sangat kuat, membuat orang-orang merasa terkebiri. Maka, saya tentu berada di barisan mereka yang ingin orba tumbang.

 

Sekarang kan kondisinya berbeda, Seseorang bisa terpilih menjadi presiden HANYA 2 kali. Ga suka pada Prabowo? Ya sabar saja, tunggu 2029, siapa tahu waktu pilpres, dia kalah. Kalau pun menang lagi, paling tidak di tahun 2034, dia ga bakal terpilih lagi. Bukankah begitu?  

 

So? Santai sajalah. Fokus saja ke kehidupan kita, do the best we can do. Let the government do the rest.

 

Gambar di bawah ini, saya ambil dari facebook. Kepsyen kawan yang mengunggah gambar ini saya copas:

 


Cara ngadepinnya sama kaya ngadepin orang toxic ; grey rock. Diem aja nggak usah urusan. Masa bodoh. Fokus sama hidup sendiri.

 

Kalo sudah nggak tahan, bisa pergi. Mungkin negara ini nggak cocok buat kamu. Banyak pilihan kok. Negara lain yang bagus tata aturannya banyak. Kalo ini nggak memungkinkan, balik ke cara pertama.

 

PT56 09.43 24 March 2025

 

I care a lot until I don't care at all



Caring people don't stop caring overnight. It is a slow process, a silent shift. It starts when they give and give, but never receive the same energy back. They keep understanding but no one tries to understand them. When their kindness gets mistaken for weakness, and their patience is taken for granted.

They hold on, hoping things will change. They keep explaining, belueving they will be heard. They keep forgiving, thjnking maybe this time, things will be different. But slowly, something inside them starts to break. Disappointments pile up. Unanswered texts, broken promises, and thoughtless words chip away at the love once they gave so freely.

And then one day, something changes. Not with a fight, not with anger -- just silence. They stop checking in. They stop waiting. They stop hoping. Not because they want to, but because they've been left with no choice. Their care, once overflowing, now feels like a burden they no longer wish to carry.

Caring people don't turn cold, they just get tired. Tired of one-sided efforts, tired of feeling unappreciated, tired of being the only one eho tries. When they stop caring, there is no going back. 

So, if someone still cares about you, don't take it for granted. Because once they stop, they stop for good.

Copied from IG account @wordsyoulovee

PT56 07.07 24 March 2025

Tuesday, March 11, 2025

Loved me back to Life

 From the episode: Home is where the hurt is


I have been watching the short clips of LOIS AND CLARK: THE NEW ADVENTURES OF SUPERMAN for these past a few weeks. These LOIS and CLARK are the most romantic and humane characters. The chemistry between Dean Cain and Teri Hatcher in this serials was stunningly unbeatable! So I thought 🥰 and both of them were gorgeous 🤩 Clark was described more sentimental than Lois 😁 that was the way Jonathan and Martha raised their adopted kid. Lois, on the other hand, was undergoing more difficult atmosphere at home when she was raised by her parents. This upbringing apparently created her personality.


PT56 21.40 11 March 2025

Thursday, March 06, 2025

New government, new hope

 


Honestly speaking, aku ga melek-melek amat tentang politik. Namun, aku adalah warga negara yang tidak suka ribet, lol.

 

Saat pak Jokowi menang pilpres periode pertama tahun 2014, harapanku melambung tinggi bahwa pemerintahan baru (saat itu) akan membawa kebaruan yang akan membuat segala sesuatunya lebih mudah, birokrasi tidak  ribet, dan pungli-pungli itu dihilangkan.

 

It came true! Pengurusan segala sesuatu yang membuatku kudu ke kantor kelurahan / kecamatan waktu itu terasa jauh lebih praktis, tidak ada pungli-pungli yang tidak perlu. Sayangnya satu hal: orang-orang yang sok ahli surga masih mendapat tempat untuk menistakan sesamanya hanya karena, let's say, seseorang tidak mengenakan jilbab. Atau yang jauh lebih parah: orang-orang non Muslim masih tetap mendapatkan kesulitan untuk apakah itu membangun gereja / sinagog atau sejenisnya itu, bahkan berita persekusi pada mereka yang melakukan ibadah agamanya di rumah pun tetap bisa kita temukan.

 

Aku yakin pak Jokowi orang baik, sebagai presiden, tentu beliau ingin memperbaiki sistem maupun kehidupan yang belum baik di negara kita sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa nyaman tinggal di negara sendiri. Ketika hal ini belum tercapai secara penuh, aku paham: mengelola sebuah pemerintahan tidak bisa seperti main sulap. 'Kerusakan' kehidupan bernegara yang (konon) disebabkan oleh orang-orang politik di negara kita ini sudan sedemikian parah, sehingga impossible bagi seorang Pak Joko Widodo untuk memperbaiki segalanya hanya dalam waktu 2 periode pemerintahannya.

 

Menjelang pilpres tahun 2023 ketika pak Jokowi menunjukkan pilihannya untuk mendukung Pak Prabowo -- aku lebih memilih mempercayai orang-orang yang berada di sisi Pak Jokowi dan Pak Prabowo ketimbang yang ada di capres 03 (apalagi 01) -- bahwa negara Indonesia akan lebih baik jika pilpres dimenangkan oleh capres 02. Sinergi yang bagus antara pemerintahan pak Jokowi dan pemerintahan berikutnya (karena pak Jokowi dan pak Prabowo itu 'bestie') akan menghasilkan kebaikan, karena apa yang telah dilakukan oleh pak Jokowi dalam 2 periode pemerintahannya, akan dilanjutkan oleh pak Prabowo.

 

Ini jika dibandingkan dengan perpindahan pemerintahan dari pak SBY ke pak Jokowi yang tidak semulus di tahun 2024, usaha pak Jokowi untuk memulai pemerintahannya tentu terasa lebih berat ketimbang saat pak Prabowo mulai memerintah.

 

Coba bayangkan jika yang menang capres 01 -- yang dikenal (well, at least inilah hasil 'bacaanku' dari apa yang ditulis di media) selalu kontra dengan pemerintahan sebelumnya, sesaat setelah perpindahan kekuasaan pada tanggal 20 Oktober 2024, tentu Indonesia akan dibawa untuk kembali ke titik 0 dengan slogan yang dipakai oleh capres 01: "perubahan". What a waste!

 

Atau coba bayangkan jika yang menang capres 03, yang selama kampanye tidak jelas programnya selain fokus ke menjelek-jelekkan pak Jokowi karena pak Jokowi tidak (jadi) mendukung capres 03.

 

*****

 

Inilah mengapa aku optimis memandang Indonesia di masa depan. Ini yang aku tulis di kolom komentar saat seorang kawan facebook menulis keyakinannya pada pemerintahan Prabowo - Gibran. Tidak lama setelah itu, seorang 'kawan' facebook lain menyindir, "optimis ya boleh-boleh saja. Tapi masak disuruh nyemplung jurang kamu mau?"

 

Wkwkwkwkwk … lha memangnya kapan pak Prabowo menyuruh rakyatnya nyemplung jurang?

 

Honestly, aku memang bukan pendukung pak Prabowo di pilpres tahun 2014 dan 2019, karena melihat orang-orang yang ada di belakangnya. Di pilpres 2024, aku pede memilih Prabowo - Gibran karena melihat orang-orang yang berada di belakangnya. Aku melihat keseriusan pak Prabowo untuk membenahi Indonesia, mengingat beliau sudah sangat ingin menjadi presiden / wakil presiden sejak tahun 2009. He must have had something important that he wanna do to improve Indonesia.

 

"Kamu jangan naif begitu, percaya bahwa politisi itu orang yang bisa dipercaya. Politik itu tidak sebersih yang kamu bayangkan. Para politisi hanya memikirkan periuk mereka sendiri! Bukan untuk rakyat! Trust me!" demikian kata a loved one of mine.

 

Well, jika Ethiopia bisa bangkit dari kemiskinan, mengapa kita tidak percaya bahwa Indonesia pun mampu? Siapa yang akan membawa Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi? Ya pemerintahan yang legal memerintah negara kita tentu saja! Who else do you think?

 

*****

 

Setelah 'sedikit' mengamati apa-apa yang terjadi di beberapa bulan terakhir ini -- ditambah melihat keoptimisan pak Jokowi atas kepemimpinan pak Prabowo sebagai presiden berikutnya -- aku baru sadar bahwa di zamannya, pak Jokowi tidak mudah memberantas korupsi karena orang-orang kotor yang ada di sekitarnya, yang tidak mau RUU perampasan asset koruptor untuk segera disahkan. Pak Jokowi has done his best! Namun, ya itulah, Pak Jokowi 'hanya' presiden yang tidak menguasai satu partai politik -- karena beliau  dianggap 'hanyalah' petugas partai, beliau bukan seorang magician.

 

PT56 12.37 06 March 2025

 

Do you speak Bahasa?

 


Waktu berkunjung ke Prambanan tahun lalu (kisahnya bisa dibaca di sini), aku dan Ranz berangkat naik KRL. Pulangnya karena ogah jika harus berdiri lagi jika naik KRL, Ranz mengajakku naik bus. Namun, ternyata, beberapa bus yang lewat di perempatan dekat kawasan Candi Prambanan itu tak ada yang mau berhenti ketika kami melambaikan tangan. Karena aku tidak mau kemalaman sampai Solo, (meski kami berdua sampai Solo akhirnya ya pukul tujuh malam lebih, lol) aku memutuskan untuk naik taksi online.

 

Yang menarik ditulis di sini adalah ketika si sopir taksi online 'ngechat' aku di aplikasi taksi online itu menggunakan Bahasa Inggris, "where are you waiting?" aku jawab, "near the traffic light." dia bertanya lagi dimana letak tepatnya aku menunggu. Well, jika kutilik dari grammarnya, (hoho, maklum I am an English teacher) orang ini hanya sekedar bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dengan paspasan.

 

Aku heran, apa yang trigger dia ngechat dalam Bahasa Inggris? Apa dia sering mendapat klien orang luar negeri tatkala berada di sekitar Candi Prambanan ya?

 

Saat mobil datang, aku dan Ranz masuk dan duduk di jok belakang. Sopir masih menyapa dalam Bahasa Inggris, "You wanna go to Solo?" aku jawab pendek, "yes."

 

Beberapa saat kemudian, aku lihat sopir melihat ke jok belakang melalui kaca spion yang berada di atas kepalanya, "Miss, do you speak Bahasa?"

 

Aku rasanya pengen tertawa, tapi aku tahan. Dan kujawab, "nggih saged, kula tiyang Jawi." jawabku.

 

Sopir, "Oh, saya kira orang luar."

 

Aku ngikik dalam hati.

 

*********

 

Kisah ini tidak aku tulis di post aku dolan ke Prambanan karena kupikir it is not worth noting down. Aku mendadak ingat kisah ini ketika membaca satu thread di aplikasi thread, si TS menulis kisahnya yang sok kemringgis (dia menulis begini loh) ketika ditelpon temannya, dan posisinya dalam bus. Dia langsung gelagepan ketika orang yang duduk di dekatnya kemudian menyapanya, "where are you from, sir?"

 

Dan saat menulis ini aku ingat saat awal-awal aku kenal Abang -- one very good friend of mine living in NZ. Satu kali saat menelpon, dia bertanya aku mau berbicara dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Aku memilih bicara Bahasa Inggris. (sok ye. Lol.) namun ketika dia mendengar logatku berbicara English yang kental dengan logat Jawa, lol, dia bilang, "Na, pakai Bahasa Indonesia sajalah." wkwkwkwkwk … logat bicaranya a la orang Jakarta, meski waktu itu dia sudah sekitar 5 tahun tinggal di NZ. so, I don't mind at all speaking Bahasa Indonesia with him.

 

Di saat lain, aku ditelpon mbak Omie -- yang aku kenal via satu milis, milis yang sama dimana aku kenal Abang -- saat aku berada di kolam renang Paradise Club. I finished swimming at that time, dan aku hanya nongkrong di satu gazebo yang ada. Mbak Omie mengajak berbicara Bahasa Indonesia, namun karena logatnya American banget -- saat itu dia mengaku sudah tinggal di Amerika selama lebih dari 20 tahun -- aku entah mengapa merasa tidak pas jika menggunakan Bahasa Indonesia, lol. So? I switched into English. FYI, mbak Omie speaks English with strong American accent, but her grammar is not good for sure. Mine is much better than hers, lol.

 

Selesai ngobrol dengan mbak Omie via telpon, seseorang yang duduk di gazebo lain -- dekat dengan gazebo tempat aku duduk -- menyapaku, "Mbak, Bahasa Inggrismu bagus banget. Pernah tinggal di LN?"

 

Wkwkwkwkwk …

 

PT56 11.34 06 March 2025

 

Thursday, February 20, 2025

Kabur Aja Dulu

 


Topik satu ini menjadi viral sejak sekitar 2 minggu yang lalu, mungkin sekitar awal February, if I am not mistaken. Sebagai orang yang (tidak lagi) FOMO, lol, jelas aku tidak tertarik membahas ini di akun media sosial. Aku mulai tergelitik ikutan menulis hal ini ketika seorang kawan medsos menulis something like,

"you know what? ternyata yang memulai mempraktekkan #kaburajadulu adalah sekjen pedeipeh HK kepada HM."

aku pun menulis status yang mirip-mirip karena bagiku it was hilarious.

satu hari kemudian, aku membaca status (ex) workmate yang sudah tinggal di UK selama kurang lebih 7 tahun. status itu memberikan kesan bahwa dia baper dengan pernyataan pak wamen bahwa mereka yang #kaburajadulu itu tidak nasionalis, tidak mencintai negara sendiri. statusnya ini membuatku heran, mengapa dia harus baper ya? kupikir dia memutuskan untuk pindah ke UK setelah menikah dengan suaminya yang orang sana pastinya telah melewati perenungan dan pertimbangan yang matang, tidak hanya sekedar, "aku kabur aja dulu deh dari Indonesia," 

one best friend of mine -- I call him 'Abang' -- in my opinion juga dulu melakukan #kaburajadulu di tahun 1998. dia memboyong istri dan 3 anak perempuannya ke Sydney setelah peristiwa tragis yang menyertai 'gerakan reformasi' di Indonesia. Dari ceritanya kepadaku dulu -- as long as I remember -- itu bisa dikategorikan kabur. dari Sydney, kebetulan Abang punya kolega yang bekerja di NZ, dia ditawari pekerjaan di Auckland. dia pun kemudian memboyong istri dan 3 anaknya ke NZ. lucky them, in my opinion. 

dari obrolan-obrolan kami dulu, aku yakin dia tetap cinta tanah air, tetap ingin kembali ke Indonesia setelah 'pensiun'. inilah sebabnya aku heran mengapa orang-orang baper ketika pak wamen bilang seperti itu. kalau mereka tetap nasionalis, tetap cinta tanah  air, berarti tuduhan itu tidak untuk mereka kan? well, beberapa diaspora yang dulu aku kenal via milis 'Sastra Pembebasan' jelas-jelas mereka cinta tanah air kok. setelah tinggal di LN sekian puluh tahun, mereka tetap berpaspor hijau, yang berarti mereka tetap WNI.

 


PENDATANG ILLEGAL

well, if I am not mistaken, aku pernah juga menulis tentang hal ini di blog. salah satu (ex) mahasiswa bermigrasi ke US di akhir tahun 2006 setelah lulus kuliah. dia bercerita betapa hidup di US tidak mudah. aku tidak bertanya apakah dia datang ke US dan bekerja di sana secara legal atau ilegal. namun, aku pernah punya siswa yang pulang dari US dengan membawa cerita yang cocok dimasukkan kategori #kaburajadulu orangtuanya memboyong kedua anaknya ke US untuk mengadu nasib. mereka masuk ke US lalu bekerja secara ilegal. setelah beberapa kali mendapatkan peringatan bahwa pemerintah akan mendeportasi para imigran ilegal, dan di tahun 'itu' pemerintah nampak bersungguh-sungguh untuk menyisiri setiap 'sudut' US untuk menemukan imigran gelap, orangtua mereka memutuskan untuk kembali ke Indonesia, khawatir akan dideportasi paksa, atau bahkan akan dipenjarakan terlebih dahulu.

meanwhile ...

di sekolah tempat aku pernah bekerja dulu itu, banyak siswa yang melanjutkan kuliah ke LN, setelah lulus SMA. mereka ada yang kuliah di Singapore, Malaysia, Jepang, Thailand, Australia, New Zealand, etc. dari kisah-kisah mereka, aku tahu bahwa sebagian kembali ke Indonesia. sebagian (besar) lagi lanjut mencari kerja di negara-negara di mana mereka kuliah. orangtua mereka merestui mereka untuk bekerja di LN. masalah apakah lalu mereka akan mencari green card untuk pindah ke sana, atau tetap memutuskan untuk berpaspor hijau, the choice is all in those 'kids'. their parents will just support them.

PT56 16.56 20 February 2025

Wednesday, February 12, 2025

I Can't Fight this Feeling

 


I can't fight this feeling any longer
And yet I'm still afraid to let it flow
What started out as friendship has grown stronger
I only wish I had the strength to let it show

I tell myself that I can't hold out forever
I said there is no reason for my fear
'Cause I feel so secure when we're together
You give my life direction, you make everything so clear

And even as I wander, I'm keeping you in sight
You're a candle in the window on a cold, dark winter's night
And I'm getting closer than I ever thought I might

And I can't fight this feeling anymore
I've forgotten what I started fighting for
It's time to bring this ship into the shore
And throw away the oars, forever

'Cause I can't fight this feeling anymore
I've forgotten what I started fighting for
And if I have to crawl upon the floor, come crashing through your door
Baby, I can't fight this feeling anymore

My life has been such a whirlwind since I saw you
I've been running 'round in circles in my mind
And it always seems that I'm following you, girl
'Cause you take me to the places that alone I'd never find

And even as I wander, I'm keeping you sight
You're a candle in the window on a cold, dark winter's night
And I'm getting closer than I ever thought I might

And I can't fight this feeling anymore
I've forgotten what I started fighting for
It's time to bring this ship into the shore
And throw away the oars, forever

'Cause I can't fight this feeling anymore
I've forgotten what I started fighting for
And if I have to crawl upon the floor, come crashing through your door
Baby, I can't fight this feeling anymore

PT56 15.32 12 February 2025


 

Monday, February 10, 2025

This weather!

 


Sampai hari ini, Senin 10 Februari 2025, cuaca di Semarang masih unpredictable : mengacu ke hal 'normal' yang biasa terjadi di Semarang di 15 tahun terakhir. During the rainy season, the rain would not fall as 'much' as what I remember in my younger years.

Sekitar seminggu sebelum aku dan Angie berangkat ke Banyuwangi, hujan turun setiap hari, bahkan di pagi hari pas Subuh sudah turun hujan. Benar-benar bikin mager! Hahaha ...

Ketika 'meme' di atas beredar di medsos, sekitar satu minggu yang lalu (07 Februari 2025) aku pikir cuaca akan kembali 'normal': aku bisa mencuci setiap hari, ga perlu khawatir bahwa out of the blue hujan turun di tengah-tengah hari. Aku akan kesyumukan saat memasak di pagi hari, aku akan sudah butuh minum yang dingin-dingin pada jam sembilan pagi. You name it.

Ternyata belum begitu, saudara-saudara! 😅😅😅

Hujan masih setia menyapa Bumi Semarang! Aku masih butuh pakai selimut lumayan tebal saat tidur di malam hari.

Dan saat bepergian, tidak boleh lupa bawa mantel! 😁 ingat-ingat tubuh harus dijaga dan disayang! 🤩

Hello again, Banyuwangi! Day 4 - 5

 

pintu masuk Banyuwangi Park

Day 4 Senin 27 Januari 2025

 

Menu sarapan hari ketiga di Dannu's homestay adalah roti panggang isi sayuran dan lauk telur orak-arik. Untuk buah, tuan rumah menyediakan salak dan semangka. Ada tamu yang baru datang malam sebelumnya, mereka menginap di kamar sebelah. Dan kami sarapan bersama, plus ada dua orang bule yang juga nampak di ruang makan. Karena hari ini kami akan ke Rogojampi -- desa kelahiran ayahnya Ranz, sekitar 17 kilometer dari homestay tempat kami menginap -- aku bikin kopi hitam setelah sarapan agar aku alert sepanjang perjalanan. Di ruang makan disediakan air dispenser, kopi, teh dan gula. Bagi yang butuh minum teh atau kopi, mereka bisa membuatnya sendiri.




 

Kami meninggalkan penginapan sekitar pukul 09.45. Karena aku sudah minum kopi di homestay, dalam perjalanan ke Rogojampi, saat mampir ke satu minimarket, hanya Angie yang membeli kopi. Dia memilih kopi 'baper' a.k.a kopi yang bisa diBAwa PERgi sehingga kami ga perlu nongkrong di situ.


Sega cawuk



 

Ranz bercerita ketika dia kecil -- kakek neneknya masih ada -- biasa diajak 'mudik' ke Rogojampi oleh orangtuanya saat lebaran, naik kereta api. Setelah kakek neneknya meninggal, Ranz dan keluarga nyaris tidak pernah ke sana lagi. Selain 'bernostalgia' dengan area ex rumah kakek neneknya, Ranz juga sempat membeli satu masakan lokal Banyuwangi - sega cawuk -- yang biasa dia makan dulu. Sebenarnya awalnya aku berniat untuk ikut mencicipi, sayangnya saat Ranz jajan itu, perutku rasanya sangat kenyang.

 

Setelah Ranz selesai makan sega cawuk, dia sempat masuk gang tempat dulu rumah kakek neneknya, paklik bulik, pakde bude terletak, kemudian kami kembali ke arah kami datang -- Banyuwangi.

 

Tujuan selanjutnya hari ini merunut ke keinginan Deven: Banyuwangi Park. Waktu melihat Banyuwangi Park ini -- saat kami menuju de Jawatan di hari Sabtu -- Ranz bilang ke Deven bahwa itu sejenis Ibarbo Park. Jelas Deven langsung pengen dolan ke situ. Kami membeli tiket terusan, harganya Rp. 50.000,00 per orang.

 

Bedanya dengan Ibarbo Park?

 

Banyuwangi Park menyediakan satu bagian yang merupakan wahana edukasi untuk anak-anak, ini sedikit mirip dengan 'Rumah Pintar' yang ada di Jogja, ada beberapa 'alat' edukasi untuk mengenalkan anak-anak pada reaksi fisika, termasuk ada spot uji coba jika ada gempa bumi maupun jika ada angin puting beliung.  Juga ada satu spot untuk mencoba belajar membatik.

 

Selain wahana edukasi, ada 'miniature' destinasi wisata Banyuwangi di sini, seperti Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Sukamade a.k.a Meru Betiri, pulau Tabuhan, hutan de Jawatan, Blue Fire di kawah Ijen. Juga terdapat rumah adat orang Osing -- orang asli Banyuwangi.

 

'amusement park' juga ada di sini. Angie dan Deven sempat naik 'spinning coaster'; Angie mencoba naik 'kursi terbang' entah apa itu namanya, lol. Kami berempat sempat naik bom bom car, kebetulan antrinya tidak sebegitu mengerikan, lol, dibandingkan saat kami ke Ibarbo Park.

 

Saat kami berniat meninggalkan lokasi, di dekat pintu keluar, kami 'baru' melihat spot Rumah Kaca, kami pun masuk ke situ. Di sebelah Rumah Kaca, ada 4 dimension cinema, kami pun masuk. Yang terakhir -- mengikuti keinginan Deven -- kami masuk ke Rumah Santet, lol.

 

Otw balik ke penginapan, aku mengajak mampir ke RM sego tempong Mbok Wah, sesuai pesanan beberapa kawan untuk mencoba masakan di sana. Lokasinya terletak sekitar 7 km dari Banyuwangi Park. We found the place. Unfortunately, saat kami sampai di sana, antrian pengunjung telah lumayan panjang. Ranz itu paling anti disuruh mengantri seperti ini, lol. Saat masuk antrian, Angie berbisik, "Ma … jangan-jangan ini hanya sejenis nasi jamblang di Cirebon itu?" Nah lo. Aku pun mengatakan hal ini ke Ranz, dia pun mengiyakan. "Lha memang hanya seperti itu kok." katanya.

 

Satu hal yang semakin membuat Ranz ill feel adalah cara si penjual melayani pembeli. Hanya ada seorang penjual yang melayani, saat satu orang pembeli di depan si penjual, terjadi percakapan, misal, "mau yang ini atau yang itu? Pedasnya seberapa? Oh atau yang ini saja?" hal yang jelas membuat prosesnya kian lama. Lha masih mending di antrian nasi jamblang. Masing-masing pengunjung mengambil lauk yang diinginkan, tidak perlu ada satu orang yang melayani puluhan pengunjung. Setelah selesai, dia bawa piring dan isinya ke kasir. Kasir akan langsung menghitung, dan menentukan berapa harganya. Si pembeli membayar. Selesai.

 

Karena penasaran, Angie dan Ranz sempat melihat-lihat lauknya masih ada apa saja. Ternyata tidak banyak. Itu sudah mendekati jam setengah lima sore. Maklum jika persediaan lauk sudah menjelang habis. Akhirnya? Kami pergi, tidak jadi makan di situ. Lol.

 

Aku bilang ke Ranz untuk langsung pulang ke homestay saja. Nanti cari makan di daerah situ. Ternyata Ranz berpikir bahwa aku masih ingin makan sego tempong. Dia mencari jalan -- di google maps -- menuju RM sego tempong Mbok Nah. Aku yang ga ngeh, ngikutin saja instruksi yang diberikan Ranz, belok kiri, belok kanan, lurus, bla bla bla. Setelah menjelang sampai, Ranz bilang, "Itu di depan, sebelah kanan. Kita tinggal menyeberang." aku yang bingung tidak melihat keberadaan homestay tempat kami menginap jadi gagap, lol.

 

"Ini kita mau di mana? Homestay kita mana?" tanyaku.

 

"Loh, kamu bilang kamu pengen makan sego tempong?" jawabnya.

 

"Engga! Ga usah! Kita pulang saja ke homestay. Kita makan di sembarang tempat saja!" jawabku, apalagi dia sambil mengeluh kasihan Deven sudah kelaparan. Aku jadi emosi. Lol.

 

"Piye to iki? Tiwas tak golekke dalan tekan kene! Ngertio mau langsung mulih!" serunya. Lol.

 

Begitulah kami. Lol. Angie berkomentar, "Kalian itu kurang komunikasi, merasa sudah saling paham padahal tidak!"

 

Sore itu akhirnya kami mampir di satu rumah makan, yang berjualan beberapa jenis masakan. 'lucu'nya saat kami berempat tiba di sana, kami berbarengan dengan satu rombongan orang yang sebelumnya juga ke RM Mbok Wah. Ini berarti mereka juga meninggalkan RM Mbok Wah saat tahu bahwa persediaan masakan di sana tinggal sedikit.

 

Di RM ini -- aku lupa memperhatikan namanya -- kami memesan satu ikan gurame bakar seharga Rp. 85.000,00. Angie yang sebenarnya kurang menyukai ikan bakar, tidak memesan jenis masakan lain saat tahu harga ikan gurame itu 'segitu', lol. Deven -- yang anak kecil, meneketehe harga ikan bakar yang 'segitu' memesan bebek bakar. Harga bebek bakar ini Rp. 55.000,00. saat membayar, semua -- termasuk nasi putih, lalapan, dan minuman berupa es teh 3 gelas dan 2 botol air mineral -- Rp. 197.000,00.

 

Kami sampai di homestay sekitar pukul tujuh malam. No rain at all today meski di pagi hari cuaca sangat mendung.

 

Karena kekenyangan, aku mengajak Angie jalan-jalan di sepanjang Jalan MH Thamrin di situ, sedangkan Ranz mengajak Deven ke fitness center yang terletak tidak jauh dari homestay. Luckily it didn't rain that night.

 

That was our last night in Banyuwangi in January 2025, so we had to pack our things.

 

Day 5 Selasa 28 January 2025

 

Ranz bangun jam 04.00 dan memulai ritual paginya. Aku gantian mandi jam 04.45, lalu Deven. Terakhir Angie :)

 

Kami meninggalkan homestay tempat kami menginap selama 4 hari sekitar pukul 06.00, naik taksi online. Kami sampai di stasiun Banyuwangi Kota sekitar pukul 06.15. yang pertama kali kami lakukan adalah mampir di satu warung makan yang ada di depan stasiun. Aku dan Ranz makan satu piring berdua dengan lauk ayam suwir pedas dan kering tempe yang 'kriuk', Angie memilih telur balado sebagai lauk. Selain itu, kami juga membungkus nasi dan lauk untuk bekal kami makan di kereta api. You know, biar kami ga perlu beli makanan di kereta api yang harganya wah meski rasanya so so saja. Hoho …

 


Usai sarapan, kami berjalan ke stasiun. Sebelum masuk ke peron, aku beli roti O dulu buat ngemil dalam kereta. KA Sritanjung yang kami naiki meninggalkan stasiun Banyuwangi Kota pukul 07.15.

 

Dalam perjalanan menuju Solo, beberapa kali KA harus 'mengalah' dengan kereta lain. Meski begitu, untunglah KA Sritanjung sampai di Stasiun Purwosari pukul 19.30, hanya 10 menit terlambat dari jadual yang tertera di karcis. Mas Martin dan mbak Niken menjemput kami di stasiun, maka aku dan Angie ada yang mengantar ke pool shuttle Ara***. Aku sudah memesan 2 seat untuk keberangkatan jam 20.00.

 

Aku dan Angie sampai rumah sebelum jam 22.00. Alhamdulillah.

 

Next time, kami dolan lagiii. InsyaAllah.

 

PT56 03 February 2025